Cinta kepada Orang yang Berbuat Baik dalam Perspektif Al-Ghazali

"Berbuat baik kepada orang lain, hakikatnya adalah berbuat baik pada diri sendiri." #Gus Mus

Apa yang disampaikan oleh Gus Mus di atas memiliki relevansi yang erat dalam salah satu pemikiran Al-Ghazali yang tertuang dalam karya terjemahannya dengan judul 'Cinta Sejati dalam Perspektif Sufistik: Metode Menjemput Cinta'. Dalam buku ini, tertuang pada halaman 41-48 memiliki konten yang sangat menarik.

Imam Al-Ghazali memaparkan bahwasanya tidak ada manusia yang rela dan mau berbuat baik tanpa adanya secuilpun rasa ingin dibalas atas kebaikan yang telah dilakukannya. Misalnya saja, seseorang berbuat baik karena memang orang itu ingin mendapatkan pahala di akhirat. Karena orang itu ingin mendapatkan kedudukan yang mulia di mata manusia dengan pujian yang menyanjung dirinya.

Jadi, apakah benar bahwa orang yang berbuat baik pada kita sebenarnya mereka memang sedang berbuat baik deni kita tanpa pamrih? Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwasanya ketika seseorang berbuat baik kepada kita, kita hanya sebagai sarana demi mencapai tujuan orang yang sedang berbuat baik pada kita. Jadi, secara mendasar, pantaskah kita mengucap terima kasih kepadanya?

Sebuah sabda baginda Rasulullah Saw., menuturkan bahwa "Siapa tidak berterimakasih kepada hamba, maka ia sama saja dengan tidak bersyukur kepada Allah." Dalam hal ini bisa kita dapati dua pernyataan yang tampak kontra satu dengan lainnya. Satunya kita tidak perlu mengucap terima kasih kepada seseorang yang telah melakukan kebaikan karena pada hakikatnya ia berbuat baik demi kebaikannya sendiri. Sedangkan pernyataan lainnya menerangkan kita diminta untuk mengucap terima kasih sebagai wujud syukur kepada Allah.

Memaknai sebuah teks tentu saja tidak boleh secara tekstual saja kita menilai. Harus dikupas hingga isinya. Hingga dapat ditemukan pada konteks apa dan bagaimana redaksi tersebut ditujukan.

Dalam pemaparan yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali itu menekankan bahwa alangkah pedihnya jika fokus kita berterimakasih hanya satu arah kepada manusia saja, tanpa mau mengucap syukur kepada Allah. Padahal Allah lah yang menuntun manusia itu untuk mensifati sifat-sifat-Nya. Jadi agar penuhanan pada manusia tidak terjadi, maka di sini beliau memberikan gambaran seperti itu.

Tidak ada satupun hamba yang mahabaik tanpa mengharapkan sesuatupun. Tiada satu pun Zat yang Mahabaik dengan sebaiknya kecuali Rabb untuk seluruh hamba-hamba-Nya. Dalam ini, penguatan yang lebih dititik beratkan bisa dikatakan merujuk pada hubungan vertikal bersama Tuhan.

Sedangkan pernyataan antitesis yang ada, berdasar pada sabda baginda Nabi Saw., tersebut bisa dikatakan sebenarnya mengarah kepada hubungan horizontal, yakni sosial kemasyarakatan agar interaksi satu orang dengan orang lain mampu harmonis. Dengan mengucap terima kasih, hakikatnya kita mengungkapkan rasa syukur dan peduli terhadap orang yang berbuat baik kepada kita. Namun jangan sampai dilupa, sebenarnya kebaikannya adalah salah satu pantulan kebaikan Sang Mahabaik yang sepenuhnya mencintai kita tanpa pamrih tanpa mengharapkan imbalan setitik pun.

Senin,
Blitar, 11 Juni 2018


Comments