Puzzle Literasiku

Pagi ini, di dalam sebuah grup Whatsapp yang bernama Komunitas Literasi IAIN Tulungagung, pembimbing kami sekaligus dosen IAIN Tulungagung yang sangat produktif dalam menulis yakni Dr. Ngainun Naim, M.HI memberikan catatan yang memantik semangat berliterasi. Beliau membahas tentang salah satu antologi dengan judul buku 'Aku, Buku dan Membaca'. Buku yang secara keroyokan ditulis oleh 84 orang itu beliau paparkan memiliki halaman berkisar 450. Saya bisa membayangkan dengan membandingkan salah satu buku tebal saya yang duduk manis menangkring di rak buku dengan judul "Arabian Nights: Kisah 1001 Malam yang diterbitkan oleh Penerbit Qanita dengan total halaman 700an. Jadi bisa disibak dan diterka kiranya seberapa tebal buku antologi tersebut.

Sebagai sebuah antologi tentu saja buku itu sangat tebal. Masih dua kali saya ikutan menulis secara berjamaah seperti itu. Keduanya tidak ada yang lebih dari 200an halaman. Mungkin memang karena jumlah penulisnya yang belum menembus kuantitas buku tersebut.

Dalam catatan pada salah satu blog beliau, yakni spirit-literasi.blogspot.com Bapak Naim memberikan review yang menarik. Untuk hal ini, rekan-rekan bisa membaca sendiri dalam link di atas. Yang ingin saya terangkan di sini lebih mengarah kepada bagaimana dan sejak kapan diri ini mulai jatuh cinta pada dunia literasi.

Sejak menginjak Sekolah Dasar, Acha dan saya senang sekali ke perpustakaan. Acha adalah salah satu sahabat plus saudara saya, kami masih terikat darah dari mbah buyut. Dia adalah salah satu siswi yang berprestasi gemilang dalam dunia akademik. Hampir setiap penerimaan rapor dia selalu menduduki peringkat pertama. Saya paling banter hanya menyabet peringkat kedua. Terlepas dari itu, kami memang sering menghabiskan waktu untuk duduk merenung di perpustakaan, berkutat dengan buku. Atau sering kami meminjam beberapa buku di sana. Sering kami berdiskusi dan menggali makna sebuah buku bersama juga.

Memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama, kami berlanjut satu sekolah, yakni di SMPN 2 Blitar angkatan masuk 2007. Di jenjang ini, kami mendaftarkan diri untuk menjadi anggota perpustakaan Nasional Bung Karno. Hampir setiap pekan kami mengayuh sepeda menuju ke sana. Meminjam beberapa buku untuk dilahap di rumah. Pada jenjang ini, genre kami sudah berbeda, sesuai dengan perkembangan usia.

Pada jenjang SD dahulu, saya lebih suka membaca tentang kisah-kisah anak negeri yang berjuang demi mengenyam pendidikan. Ataupun ada beberapa buku tentang IPA yang membahas secara mendetail tentang arus listrik dan batuan beku, sedimen dan metamorf yang juga tersaji beberapa gambar untuk memvisualisasikan. Namun pada jenjang SMP ini, saya lebih suka membaca novel dengan genre teenlit. Bisa sekali duduk membaca tuntas saking penasarannya.

Masih teringat dalam memori, pernah semalam suntuk saya biarkan untuk melahap habis sebuah novel yang menarik. Kemudian saya menemukan salah satu karya sastra dengan judul Hot Chocolate Love yang isinya adalah kisah cinta ala ala santri. Dari novel ini, mengundang saya untuk mencari buku dengan genre yang sama. Hingga pada tahun 2007, saya menamatkan karya Habibburrahman El Shirazy yaitu Ayat-ayat Cinta yang membuat saya semakin jatuh cinta pada nuansa romansa Islami.

Kisah tentang membaca dan buku berakhir di situ. Memasuki jenjang Aliyah, budaya ini tidak lagi berlanjut. Semuanya ter-pause. Hingga isi dari pengetahuan ini kering.

Berlanjut dalam kuliah jenjang S1 di IAIN Tulungagung, hobi membaca dan menulis seakan masih raib. Dahulu saya sangat suka menulis diari. Ada banyak kisah-kisah yang membuat saya geli membacanya. Namun setelah sekian lama tidak bersentuhan dengan dunia literasi, saya sangat jarang menulis peristiwa-peristiwa dalam lembar diari.

Ketika masih duduk pada jenjang SD dan SMP, masih sering kan menulis tentang biodata diri dan ditukar dengan kawannya. Yang tertera dalam kolom hobi adalah membaca dan menulis. Namun ketika menginjak dalam jenjang aliyah, saya malu sendiri. Dikemanakan kedua hobi tersebut.

Kadang ketika luang iseng membuka catatan ketika masih SMP dahulu. Sering pipi ini memerah lantaran malu. Betapa proses dan perebusan karakter benar-benar dibutuhkan di sini.

Selain itu, saya juga membutuhkan sebuah proses untuk mengorek kerak yang terlanjur keras dalam kebiasaan untuk tidak membaca dan menulis. Mengembalikan hobi yang terlanjur terpendam.

Setelah studi S1 rampung pada 2017, alhamdulillah Allah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi jenjang S2 di kampus yang sama. Pada semester satu, Allah memperjumpakan kelas yang saya duduki bersama Dr. Ngainun Naim, M.HI. Beliau memang seorang pegiat literasi yang sangat aktif di kalangan para akademisi. Bermula dari situ, rasanya keasyikan membaca dan menulis seakan muncul kembali di permukaan. Memang bukan kali pertama saya berjumpa dengan beliau. Pada tahun 2017 di bulan Februari, saya membuat antologi pertama saya bersama beliau. Setelah ada Workshop Self Healing yang diadakan oleh rekan-rekan BKI, FUAD, IAIN Tulungagung, itu adalah kali pertama saya berjumpa dengan Bapak Naim. Selama ini yang saya dengar hanya prestasi beliau, tanpa mengetahui yang manakah beliau ini. Benar-benar parah diri saya.

Sebagai langkah awal, akhirnya saya mencoba membeli beberapa buku karya beliau, yakni The Power of Writing, Proses Kreatif Penulisan Akademik dan Resolusi Menulis. Dari ketiga buku tersebut, seolah-olah semua tanya yang saya lontarkan terjawab di sana.

Efeknya terbawa dalam cara menghadapi permasalahan hidup ada, yang tentu jauh lebih kompleks  yang saya hadapi dalam studi saya di jenjang pascasarjana. Awalnya sempat ada culture shock ketika menghadapi rekan-rekan sekelas yang sangat tangguh. Beliau-beliau semuanya pembaca. Membaca adalah kebutuhan pokok dalam ajang diskusi. Sedang budaya itu belum melekat dalam diri saya. Alhasil, setelah mendapatkan suntikan dari buku beliau, terutama dari Proses Kreatif Penulisan Akademik, meski terseok dan terlambat, saya bisa beradaptasi dan menyusul ketertinggalan.

Dari kedahsyatan efek yang tampak nyata, saya mulai jatuh cinta lagi pada buku. Bisa dikatakan cinta lama bersemi kembali (CLBK). Namun kali ini lompatan yang ada lebih tinggi, semoga. Dahulu memang terkendala uang jajan. Jadi hanya sebatas pinjam. Namun insyaallah, kali ini sudah memiliki penghasilan yang bisa saya katakan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam studi saya, dan saya bisa menabung dan membeli buku.

Saat ini rak buku dengan ukuran 2m x 1m tersebut sudah penuh dengan berbagai jenis buku bacaan. Mulai dari buku-buku penunjang ketika kuliah, karya sastra, filsafat, sufistik, buku literasi dan studi Islam. Meski masih tergolong sedikit, namun langkah pertama untuk memasuki dunia literasi sudah terayun. Semoga, selamanya diri ini berada dalam dunia itu dan berakhir dengan menghasilkan karya sebagaimana beliau. Itulah cita-cita saya. Ingin selamanya mengunci diri dalam dunia literasi dan tidak mau keluar dari sana.

Tidak perlu heran, jika Dr. Ngainun Naim, M.HI adalah dosen yang paling menginspirasi dalam hidup saya. Sebab memang beliau senantiasa menebarkan inspirasi dengan memberikan contoh langsung. Mungkin hanya beberapa gelintir orang yang langsung memberikan teladan sebagaimana beliau. Selain itu bukan hanya di kelas saya bisa belajar dari beliau. Melainkan dari karya-karya beliau, dapat saya selami pemikiran beliau yang mampu memacu semangat untuk belajar agar selalu menyalakan obor semangat dalam mendulang ilmu dengan cara menggiatkan literasi.

Terima kasih, Bapak Naim.

Blitar,
12 Juni 2018

Comments

Popular Posts