Mutiara Hikmah di Balik Terputusnya Kabel WiFi
Malam ini adalah salah satu malam luar
biasa yang saya lewati bersama suami. Alhamdulillah, puji syukur kehadirat
Allah Swt, warung suami saya insyaallah akan buka kembali, mulai esok. Setelah sekian
purnama memutuskan untuk mematikan jaringan WiFi, dan karena sistem lockdown, akhirnya Mas memasangnya kembali, dengan
pertimbangan Tulungagung memasuki zona kuning. Saya menyambut gembira persiapan
beliau, mulai mencuci gelas-gelas berdebu, hingga mengepel lantai. Saya bersyukur
memiliki suami pekerja keras. Mungkin, semangat beliau semakin terpompa tatkala
melihat perut saya semakin buncit, sebab mengandung putra/i beliau. Rasanya syukur
benar-benar hinggap dalam kalbu.
Mulanya, suami saya mengalami
kesulitan dalam memasang WiFi kembali. Sebab letak lokasinya yang agak ke
dalam, menyebabkan beliau tidak bisa langsung menyambung dari kabel Telkom,
melainkan harus meneruskan dari rumah kakak beliau. Akhirnya beliau hanya
menjadi pihak kedua. Dan betapa sangat disayangkan, kabel yang terlentang
panjang dari rumah kakak ke rumah Mas (±
1,5 km) terputus, dan tidak diketahui di mana letak putusnya. Sehingga suami
saya benar-benar merasakan kesulitan untuk menghubungkan jaringan WiFi dari
rumah kakak ke rumah beliau. Terlebih, ketika salah satu marketer yang
menangani pemasangan Mas angkat tangan terhadap problem yang ada. Beliau sempat
geram, sebab ini adalah mata pencaharian beliau. Ingin rasanya beliau membantu
dalam hal ekonomi, terutama sebab kami akan segera memiliki putra/i.
Sebagai istri, saya mencoba
meredam hawa panas yang menguar dari ubun-ubun beliau. Mengatakan, suami saya
adalah orang yang memiliki kekayaan berupa sabar yang berlimpah ruah, orang
yang bisa dengan mudah berfokus kepada solusi, bukan hanya melilit pikiran
kepada masalah. Beliau adalah sosok luar biasa yang saya temui, pun Allah pasti
akan memberikan jalan selepas menguji kami. Meski sedikit, akhirnya beliau
mereda. Hanya saja, beliau mengatakan, “Jika tidak ngeman istri dan anak, sudah
saya cari itu orang. Saya hanya minta pertanggungjawaban.” Saya memahami posisi
beliau, sebab beliau habis banyak sekali untuk sekadar memasang WiFi. Ukurannya
bisa dibelikan motor bekas satu.
Namun, puji syukur, Allah berikan
jalan, melalui ikhtiar yang Mas lakukan. Beliau langsung menghubungi salah satu
senior pegawai lapangan Telkom, dan hari ini perkara itu rampung. Sekarang,
jaringan WiFi bisa didapatkan di warung Mas. Dan semoga, rezeki yang beliau
kais berkah untuk kami sekeluarga.
Saya senang jika ada WiFi. Sebab,
sejak tinggal di rumah Blitar, di rumah tersedia jaringan WiFi. Dan dahulu,
ketika awal mula bersama Mas, saya pun biasa melalui hari dengan WiFi. Meski tampaknya
sederhana, namun kehadiran WiFi, bisa memudahkan akses yang saya lakukan. Terutama
terkait penulisan, dan pekerjaan yang saya emban.
Dari perkara kecil ini, saya
mendapatkan banyak sekali hikmah. Yakni, kita patut untuk bersyukur terhadap
segala nikmat yang Allah limpahkan kepada kita. Jika dalam satu hari,
kemungkinan kita tidak menyadari nikmat-nikmat sederhana yang kita jalani. Semisal,
nikmat melihat, nikmat berbicara, nikmat merasa, nikmat sehat, nikmat berpikir,
nikmat bekerja, nikmat memiliki tempat tinggal, nikmat memiliki keluarga, dan
beragam nikmat lain yang kita punya. Sebab, kebanyakan, kita akan merasakan
sesuatu itu penuh nikmat jika ia telah diambil oleh Allah. Apakah kita menunggu
hal itu terjadi? Seperti perkara WiFi yang sedang kami alami. Kami merasakan
nikmat kabel tidak terputus setelah kabelnya terputus. Oleh sebab itu, penting
bagi kita untuk terus melayangkan syukur kepada Allah, sebelum nikmat itu
terambil.
Saya ingat nasihat Kiai Pondok
Putri Jabung, yang kala itu merupakan pengasuh tempat saya mengikuti program
Wiyata Bhakti, sebuah program yang diadakan oleh jurusan TBI IAIN Tulungagung
untuk mengabdi di pondok pesantren, mengajarkan bahasa Inggris sebagai ekstra
tambahan kepada anak-anak. Setiap senja, kami mendapatkan materi mengaji dari
Pak Puh−beliau
berkenan dipanggil Pak Puh, bukan Abah.
Salah satu yang masih terngiang adalah tentang syukur. Berkali-kali beliau
menyampaikan, bahwa ketika berdoa, hal pertama yang kita lakukan adalah
bertobat, kemudian bersyukur. Kita bersyukur telah Allah jadikan sebagai
manusia. Kita tidak menjadi hewan lain, tidak menjadi tikus, tidak menjadi
ikan, tidak menjadi makhluk lain, melainkan kita dijadikan manusia. Itu adalah
nikmat yang tiada terkira. Sebelumnya, saya belum pernah berpikir tentang hal
tersebut. Hal bahwa kita dijadikan sebagai manusia adalah iradah Allah yang
benar-benar luar biasa. Kemudian kita dijadikan Islam, sehingga mengenal Allah,
mengenal baginda Nabi Muhammad Saw, mengenal Alquran, hadis, dan ihwal
keislaman lainnya. Saya benar-benar merasa bersyukur bisa hadir di majlis ta’lim
kala itu. Suasana pedesaan, yang merupakan setting pondok pilihan panitia kala
itu memang sangat asri, membuat kami khusyu mengais ilmu dan mengabdi.
Saya merindukan momen tersebut. Namun, memang langkah demi
langkah dalam hidup dibutuhkan untuk dilewati agar kita semakin arif, semakin
bijak, dan semakin dekat kepada Allah, semakin bersih cermin hatinya, sehingga
dengan mudah menerima pantulan cahayaNya yang Mahaagung, bukan malah
sebaliknya. Yakni semakin gila terhadap ingar-bingar dunia materialis yang
tidak akan pernah habis kita menurutinya. Terus mengenyangkan nafsu, menyukai
kemuliaan semu, dan melupakan esensi yang sebenarnya patut kita gali, yakni
esensi menanam di dunia, bukan malah ingin memanen lewat gaya materialis dengan
segera. Realistis memang perlu, namun itu merupakan sarana, bukan tujuan. Tidak
memutar balikkan antara sarana dan tujuan.
Tulungagung, 11 Agustus 2020
Dari sekian panjang ulasan cerita di atas. Saya lebih tertarik dengan penanggalan di akhir. Pertanyaannya cuma satu sejak kapan manusia bisa menulis dari masa depan untuk hari ini? Hari yang dijalani sekarang. Tidak ada orang lain yang dapat melakukan selain kamu. "Tulungagung, 11 Agustus 2020". Amazing anda hidup di hari esok. Telah melampaui hari ini. 10 Agustus 2020.
ReplyDeleteTerima kasih perhatiannya, Kisanak. Saya tidak sadar ketika menulis tanggal.
DeleteLuar biasa mbak Zahra...
ReplyDeleteTerima kasih Bapak Agus yang juga sangat keren
DeleteHehe terimakasih bapaak
DeleteLuar biasa mbak Zahra...
ReplyDeleteThank you
Delete