Kerewelan Trimester Pertama


Trimester pertama membuat saya menghabiskan waktu untuk berbaring di ranjang. Sebab lidah terasa pahit, dan makanan apapun terasa eneg, akhirnya tubuh lemas, sebab tidak terisi makan. Hanya saja, susu, asam folat dan vitamin terus saya suplai agar si kecil tetap mendapatkan gizi.

Menjadi seorang ibu memang sebuah anugerah luar biasa. Saya benar-benar bahagia dan bersyukur ketika mendapatkan kabar bahwa saya hamil. Selepas enam bulan pernikahan, akhirnya Allah menitipkan amanah untuk kami. Benar-benar bahagia, sebab keluarga kami akan lengkap, dengan si kecil yang akan melengkapinya. Saya sangat bersyukur. Betapa Allah sayang, melimpahkan nikmat berlipat-lipat untuk kami. Kami memiliki semuanya, dan seorang titipan yang meringkuk di dalam rahim adalah anugerah terbaik dan terindah dariNya. Banyak rekan-rekan yang sudah menikah bertahun-tahun, namun Allah masih menguji dengan belum menghadirkan momongan di tengah-tengah mereka. Segala upaya sudah dilakukan, masih saja, Allah belum menurunkan iradahNya. Mendapati hal tersebutlah, yang terus membuat saya untuk merunduk dan melumuri hati dengan rasa syukur yang sangat.

Meski ternyata, mengandung memasuki trimester pertama cukup sulit, sulit untuk menyesuaikan. Sebab hormon kehamilan memang membuat lidah terasa pahit dan perut senantiasa mual. Membau bau-bauan yang biasanya, saya baik-baik saja ketika menciumnya, namun sekarang, saya merasa indra penciuman saya semakin sensitif. Membaui makanan apapun, rasanya langsung, maaf, ingin muntah. Membaui keringat orang, kadang membuat saya langsung pusing, bahkan membaui masakan, kadang membuat saya ingin meninggalkan ruang memasak dan segera berbaring di kamar.

Saya ingin selalu disanding oleh suami dan selalu dimanjakan. Alhamdulillah, saya benar-benar bersyukur memiliki suami yang bisa memberikan pemahaman atas keadaan saya saat ini. Ketika saya ingin apapun, suami selalu berusaha membelikan. Apapun. Meski saya berusaha ngidam yang realistis. Seperti malam ini. Sehari hanya makan sekali dan itu porsi sangat sedikit, dan sore hari, sebab saya memiliki maag dan kasian si janin yang sedang membentuk diri tidak mendapat suplai makanan, akhirnya saya membuat nasi goreng. Karena saya yang memasak sendiri, akhirnya saya sudah eneg dengan bau-bauan masakan. Alhasil, makanan tidak habis. Hanya sedikit saja yang masuk dalam perut.

Malam harinya, akhirnya saya lemas. Mas memang sedang sibuk di warung. Saya tergeletak sendirian di ruang timur. Ingin rasanya ditemani oleh si Mas. Namun saya memahami, beliau sedang kerja.

Detik berlalu, akhirnya saya menelepon. Sepertinya gawai suami saya sedang di-charge. Beliau tidak mengangkat telepon saya. Saya juga ingat tadi beliau mengambil charger di samping saya. Akhirnya, saya tergolek pasrah. Mendengar YouTube yang berisi tentang muratal surat Maryam, beserta artinya.

Saya merinding ketika mendengar sambil membaca arti dalam surat Maryam. Ya Allah. Bagaimana perasaan perempuan luar biasa itu ketika harus hamil dan tidak memiliki suami? Sedangkan keluarga bahkan menjauhinya. Fitnah malah beterbaran menampar-nampar hatinya. Betapa bersyukur saya memiliki suami, yang meski tidak mengangkat telepon dan cukup menjengkelkan, beliau selalu mendengar setiap keluh kesah saya. Bahkan, ada dalam ayat di mana Maryam mengatakan lebih baik mati di bawah pohon kurma, ketika perut beliau terasa sakit. Namun melalui malaikat Jibril, Allah menyampaikan untuk tidak berputus-asa. Sebab Rahmat Allah selalu ada untuk beliau. Tidak heran jika Allah menjadikan beliau sebagai salah satu pemimpin para bidadari surga.

Setelah beberapa lama, akhirnya suami saya membalas pesan saya. Beliau menjawab, “pripun sayang”. Saya kembali merasakan jengkel kepada beliau. Dan membiarkan pesan tersebut. Berharap, si Mamas datang dan ngalem di dekat saya. Sepertinya saya terlalu berharap. Akhirnya, dengan kejengkelan yang meletup, saya membalas pesan beliau. “Kalau dipanggil nggih dugi to.” Titik, tanpa koma. Saya langsung menaruh gawai dan gaya tidur.

Suami datang dengan ngudang saya. Beliau paham, istrinya mungkin jengkel. Beliau datang, saya sudah sangat senang. Ketika beliau bertanya, saya diam, pura-pura tidur. Beliau malah mengatakan, “Ya sudah, Adik bobo dulu, ya.” Saya langsung membuka mata dan tetesan air memucuk di ujung mata. Dengan penuh kelembutan, Mas mengusapnya. Terus begitu sampai saya berbicara.

“Adik kenapa? Bilang sama Mas.”

“Adik belum maem, lo Mas. Dan enggak doyan itu. Belum mimik susu juga,” sambil menunjuk bekal sisa nasi goreng dengan harapan akan saya habiskan nantinya. Namun ternyata, melihat saja langsung eneg.

“Oh begitu. Adik mau apa?”

“Adik enggak mau apapun.”

“Mas beliin.”

“Emoh. Enggak mau apa-apa. Maunya ditemenin,” ucap saya manja.

“Ya sudah Mas temenin. Tapi bener enggak pengin apapun?”

Saya menggeleng sebab bergidik ketika membayangkan makanan. Namun bagaimana nasib si dedek?

“Buah bagaimana?” tanya si Mas. Mata saya langsung berbinar-binar.

“Adik mau apel sama pisang besok disalad ya Mas pisangnya, sama creamer cokelat.”

“Apelnya berapa?”

“Dua?”

“Habis? Tadi minta biskuit, Mas belikan 12 biji cuma 1 saja yang dimakan, lainnya emoh. Beli satu dahulu ya?”

“Ya sudah iya, Mas.”

Akhirnya, Mas menutup warung, dan kami pulang. Di dekat Indomaret seberang rumah kami di selatan memang ada penjual buah. Mas mengajak untuk mampir ke sana. Alhamdulillah, masih buka. Beliau langsung memilihkan apel paling gendut. Dan saya memegang serenteng anggur merah. Setelah itu, si penjual menimbang, dan menentukan harga. Mas membayarnya, dan kami pulang.

Selepas rebahan saja sebab lemas, akhirnya saya bersemangat untuk makan dua jenis buah itu. Berharap, rasanya akan membuat mulut saya yang tadinya pahit, menjadi sedikit manis.

Begitu tiba, saya membuka pintu, menyilakan Mas masuk, dan segera mencuci buah, memotong-motongnya. Saya berterima kasih kepada si Mas sebab sering memperlakukan saya seolah saya seorang ratu, terlebih ketika dalam kehamilan ini.

Terima kasih ya Rabb, untuk satu hari istimewa yang Engkau berikan kepada kami.

I love you, suamiku.

Tulungagung, 16 Agustus 2020


Comments

  1. Replies
    1. Hehe. Baperiawati Bunda Mus. Terima kasih sudah berkunjung 🥰

      Delete
  2. Menantikan nyidam realistis edisi berikutnya mb Zahra🤩. Semangat bunda💪💪💪🤰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwkw. Ini enggak mau makan nasi, Ibu. Ya Allah. Mohon doanya agar sehat selalu ya Ibu Nur. 🥺

      Delete
  3. Sabar mbak Zahra sayang, biasa itu bawaan jabang bayi, tapi kadang jangan terus mengikuti kemauannya perlu kontrol biar membentuk karakternya, oh iya makan yang banyak biar sehat agar si dedeknya juga cukup asupan gizi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Inggih Bundaaa. Terima kasih sangat atas nasihat dan sarannya ya Bundaaa

      Delete

Post a Comment