Antre di Bank dan Menulis



Kemarin saya membaca salah satu catatan anggota SPK Tulungagung, bahwa antre di bank bisa menerbitkan cerpen. Ah, sepertinya pikiran saya masih bercabang, sehingga ide cerpen belum bisa hadir. Hanya saja, saya ingin ikut mempraktikkan untuk menulis, di sela-sela menunggu antrean. Masih nomor A0060, sedangkan nomor antrean saya A0066. Lumayan. 

Sepulang menjemput saya dari sekolah, suami saya mengajak saya untuk ke bank BCA. Mau cek siapa yang mengirimkan nominal sekian di rekening saya. Tidak ada konfirmasi apa-apa, tiba-tiba rekening menjadi sedikit gendut.

Perkiraan saya, itu adalah hasil dari penjualan buku saya, yang sudah terbit tahun lalu. Sebab dalam pemberitahuan dahulu, per Agustus dan Februari akan dikirimkan. Itu masih perkiraan. Hari ini suami mengajak saya untuk cek. Jangan-jangan salah kirim, atau apa begitu. Beliau mengajak saya untuk menghindari perkara subhat. Saya ikut saja.

Akhirnya, di sinilah saya. Bersama suami, dengan titik duduk berjarak sekitar dua tempat duduk. Sembari mengamati lingkungan bank yang riuh namun tertata dengan rapi dan apik.

Saya mencoba memikirkan siapa yang mengirim nominal sekian. Jika memang benar itu dari pihak buku, saya benar-benar bersyukur untuk itu. Tulisan bisa terbit saja, saya sudah sangat senang. Sedangkan perkara nominal, itu adalah urusanNya. Saya tidak mau hitung menghitung masalah bonus dan lainnya. Biar itu urusan Allah.

Pemikiran seperti ini, membuat saya mendapatkan beberapa mutiara hikmah. Pertama, menulis, bagi saya merupakan perkara yang sangat mulia, dan bagian dari mengikat ilmu, agar dia tidak hilang. Sebab seperti ungkapan Imam Syafi’i, bahwa ilmu itu ibarat binatang buruan, dan catatan adalah talinya. Maka, mencatat adalah perkara mengikat ilmu, agar ia tidak menguap begitu saja. Kedua, kita semua tentu mafhum, bahwa salah satu bekal di akhirat adalah ilmu yang bermanfaat. Tidak terkira bahagianya beliau-beliau yang memilih untuk menulis, namun masih dikaji terus hingga kini. Pemikirannya bermanfaat, dan ilmunya mampu menembus zaman. Bukankah ketika di sana, Allah akan memberikan kejutan dan kemuliaan dari pilihannya menulis perkara yang baik di dunia, dan ilmunya terus bermanfaat bagi orang sesudah zamannya. Ketiga, masalah ini adalah bonus, namun sangat membahagiakan. Yakni finansial. Sekali lagi, telah disampaikan bahwa masalah finansial itu bukan perkara kita, itu urusanNya. Sudah menulis, menebar kebaikan, ternyata mendapatkan bonus pula. Saya bersyukur untuk itu. Semoga semangat untuk menulis terus menyala. Dan menjadi salah satu jalan untuk menemukan keakuan yang aku, yang sebenar-benarnya.
Tulungagung, 4 Agustus 2020

Comments

Post a Comment

Popular Posts