Kehidupan

 

Saya tidak pernah tahu, apa yang Allah rencanakan dalam hidup saya. Namun, selama saya hidup, selama saya mencoba menelaah bait demi bait takdir yang hadir, akhirnya saya tiba di satu titik, di mana selama saya mempercayai takdir Allah, saya tidak pernah merasakan kekecewaan. Semua takdir yang Allah berikan kepada saya selalu berakhir dengan amat manis. Meski mulanya, pahit yang dirasakan, ternyata kepahitan itu membuahkan kesehatan dan sesuatu yang manis di luar dugaan.

Pertama, tentang dari rahim siapa saya terlahir. Saya tidak dilahirkan dari keluarga yang berlimpah harta. Saya hanya terlahir dari keluarga sederhana, sungguh amat sederhana. Tulang punggung hanya Bapak yang berprofesi sebagai tukang kayu. Hidup penuh perjuangan sedari kecil, membuat saya terbiasa untuk berjuang dan terus berjuang. Saya menikmati proses demi proses, fase demi fase. Semua perjalanan ini, membuahkan hasil, untuk selalu berjuang. Terutama sebab saya putri pertama dari beliau, Bapak dan Ibu, akhirnya saya memiliki tugas untuk mengemban harapan dari beliau berdua. Saya memiliki dua adik. Dan secara otomatis, tulang punggung kakak pertama memang diciptakan lebih kuat, lebih tangguh, untuk memperjuangkan keluarga, memuliakan kedua orang tuanya, serta adik-adiknya, di dunia hingga akhirat.

Meski saya tidak terlahir dari keluarga yang bercukupan, namun saya tidak merasa lebih baik dari mereka yang terlahir serba berkecukupan sejak lahir. Sebab, semua itu tidak lepas dari ketentuan dan keputusan yang Allah berikan. Allah selalu menempatkan kita pada porsi dan takaran paling pas, paling sesuai.

Meski sering saya merasakan perih dan pahit dalam menjalani hidup, sebab pernah merasakan titik terendah dan titik tertinggi dalam hidup, pernah berada dalam situasi di mana yang saya pikirkan adalah, Allah tidak menyayangi saya. Mengapa hidup rekan-rekan saya dimudahkan, sedangkan hidup saya tidak? Apakah sebegitu hinanya saya dalam pandanganNya?

Namun, Allah, ternyata di sisi lain, Allah hendak menempa saya. Menempa sebagaimana intan ditempa dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Sehingga ketika kaca biasa dimasak dengan suhu setinggi itu tidak mungkin bisa tahan. Saya sangat yakin, apapun yang Allah tentukan dalam hidup, menuai hikmah dan rencana di luar perkiraan kita.

Contoh lain dalam hidup, yang saya alami adalah ketika saya mendapatkan tempat perkuliahan. Mengapa Allah menempatkan rekan-rekan saya yang notabene ‘biasa saja’ dalam bidang akademik, namun ternyata bisa mendapatkan tempat studi yang terkenal di kota-kota besar? Mengapa Allah menempatkan saya di kota kecil dan kampus yang kala itu masih STAIN? Saya terus bertanya-tanya. Dan melalui kedua orang tua, ibu selalu menyemangati, di manapun tempat saya, tentu mereka mencari yang berprestasi. Maka, di sana, sebisa mungkin, saya harus bisa berprestasi.

Di sisi lain, saya menyadari bahwa saya terlalu sombong. Apakah nilai dan kemampuan akademik mampu melebihi iradah dan takdirNya? Sehingga saya merasa lebih pantas di sana dibanding dengan teman-teman yang lain. Astaghfirullah. Semoga Allah berkenan melimpahkan kelembutan dan maghfirahNya selalu.

Ternyata, Allah mengirim saya di IAIN Tulungagung, menjadikan saya berproses dan terus menempa diri. Mendapatkan banyak relasi dan rekan, terus berupaya agar bisa menjadi terbaik, dalam versi saya sendiri. Lebih baik di banding dengan masa lalu saya.

Hal itu terwujud. Semester demi semester terlalui dengan IP yang lumayan. Rumus saya hanya satu, kala itu, yakni tugas saya menuntut ilmu. Masalah nilai, saya pasrahkan kepadaNya. Itu bukan ranah manusia. Akhirnya, IPK terbaik ketika kelulusan sejurusan TBI saya sabet. Saya mendapatkan kesempatan untuk studi S2 secara gratis dari kampus. Allah ya Allah. Ini adalah anugerah yang begitu luar biasa untuk saya pribadi. Keluarga saya bahagia, dan terus mendoakan keberkahan ilmu yang saya miliki.

Satu sisi lain yang merupakan wujud dari Allah begitu sayang adalah, mengirimkan suami saya. Jujur sangat sulit melepas lilitan masa lalu saya. Sebab saya tidak menemukan seorang lelaki yang bisa memuliakan saya sebagaimana yang dilakukannya dahulu. Sayangnya, itu semua hanya ilusi dan fana. Itulah mengapa, ketika duduk di bangku S2, saya mengalami titik balik. Yang mulanya berpembawaan seperti itu, menjadi sebaliknya. Sangat ambisius. Saya pikir, Allah tidak sayang dengan menghadirkan takdir yang sebegitu pahit. Namun, lagi dan lagi semua ternyata adalah wujud kasih sayangNya yang tidak ada terkira.

Suami saya, saya belum bisa menceritakan secara rinci tentang bagaimana beliau. Beliau adalah seseorang yang dengannya saya berproses. Beliau adalah orang yang bisa menyayangi saya dengan hormat. Meski tentu, sebab beliau adalah manusia biasa, kadangkala dalam prahara rumah tangga menempa dan menguji kami. Namun selepas adanya bumbu pahit dan kadang asam itu rasa rumah tangga kami semakin lezat.

Saya benar-benar bersyukur untuk itu. Yang paling tidak saya sangka adalah, ketika beliau menemui guru saya, sosok guru yang saya jadikan panutan, hanya untuk meluruskan saya. Pun, sosok guru saya berkenan mendengar suara suami saya. Meski sebelumnya belum mengenal beliau. Hanya sebatas tahu, beliau adalah suami dari salah satu muridnya.

Ada rasa malu campur haru dan bahagia. Saya malu, sebab saya memang dalam posisi salah. Saya meminta pendapat beliau, tentang suatu hal besar dalam hidup, namun saya tidak menjabarkan secara detail. Saya hanya berada dalam titik kalut. Sebab mengapa saya tidak boleh mengejar apa yang saya citakan? Kadang, saya merasa bingung untuk itu. Serasa hidup ini tidak adil. Orang lain boleh mendapatkan apa yang mereka perjuangkan, namun mengapa saya tidak?

Dalam balur kebingungan, saya berpasrah. Biar Allah yang mengatur hidup saya. Saya yakin, seperti sebelum-sebelumnya, Allah tidak mungkin menempatkan saya pada sisi yang bukan terbaik. Pun hal ini berlaku untuk seluruh hambaNya. Husnuzan kepada Allah adalah bekal yang manis untuk menggapai titik kebahagiaan.

Terlebih, berita hari ini bahwa suami dan saya akan segera mendapatkan momongan adalah momen terindah dariNya. Kami benar-benar bersyukur atas anugerah luar biasa ini. Kehadiran putra/i kami akan menjadi penguat, untuk terus berjuang. Semoga Allah melimpahkan berkah dan rahmatNya untuk kami semua.


Comments

Post a Comment