MAWAR PUTIH
Aku duduk diam di kursi kerjaku, sembari melihat setangkai mawar putih yang sudah mengering. Masih menatap bunga kering itu, aku mencoba meraba luka hati yang juga sudah kering. Sebuah senyuman simpul tiba-tiba hadir. Dahulu, saat luka ini masih teramat basah, yang aku lakukan hanya menyiraminya dengan air mata. Ribuan malam kuhabiskan dengan menenggak pilu dan duka. Ribuan siang kulalui bagaikan mimpi. Terus begitu, sampai aku lupa, bahwa luka ini pernah ada. Mengingatnya, membuatku kembali kepada malam-malam yang teramat panjang itu. Rasanya aku masih bisa mendekapnya, mendengar suaranya, memeluk jiwanya. Namun, bukankah aku sudah tiba di waktu sekarang? Kejadian itu sudah berlalu terlampau jauh. Jarak hari ini dan dahulu sudah terlampau jauh. Tidak seharusnya aku kembali mengingat-ingat luka yang disembuhkan oleh waktu. Aku seperti berlari, menetap sebentar di alam mimpiku. Di sana, ada aku, dan beliau. Aku memperbaiki turban putihnya yang bersih, melilitnya di kepalanya. De...