Manusia Tidak Lepas dari Prasangka
Taken from https://id.pinterest.com/pin/1024568983970368493/ |
Apabila kita mendapatkan ujian fitnah, prasangka buruk, serta perlakuan buruk dari masyarakat, dari rekan, dari orang-orang, bukan berarti Allah tidak sayang. Seandainya kita mau menoleh dan menelaah, akan kita dapati betapa ulama terdahulu, baik dalam kalangan sastrawan, ahli fikih, serta ilmuwan Islam pernah mendapatkan prasangka buruk dari masyarakatnya.[1] Kendati demikian, itu tidak mengubah beliau-beliau semua menjadi orang yang kufur nikmat dan jauh dari Allah. Beliau semua mafhum, jika orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu merupakan dua orang yang berbeda, layaknya emas dan tembaga, meskipun keduanya berwarna kuning. Akan tetapi, meskipun disatukan, emas tetaplah emas yang bernilai tinggi dan baik dibandingkan tembaga.
Mengenai
hal tersebut, apabila musibah fitnah sedang hadir dalam hidup kita, baiknya
kita bermuhasabah, mungkin ada hal yang perlu diperbaiki. Jika sudah, maka teruslah
untuk berfokus mengembangkan potensi diri, usah risau dengan prasangka dan
penilaian buruk mereka. Pun, mereka hadir juga tidak lepas dari izin-Nya. Jika Allah
sudah berkehendak, barangkali Allah menghadirkan ujian tersebut sebab ingin
meninggikan derajat kita. Usah pula kita memilih untuk menunjuk-nunjukkan bahwa
mereka semua salah. Biarlah orang berkata apa. Sebab terkadang, mereka hanya
mau mendengar apa yang ingin mereka dengar.
Selain
itu, jangan sampai kita mengotori hati dengan dendam dan benci. Mungkin suatu
masa mereka mendengar fitnah sehingga berperilaku demikian. Biarkanlah. Mungkin
suatu masa, ketika mereka sudah mendapatkan hidayah-Nya dan mengetahui apa yang
sebenar-benarnya, Allah bukakan pintu kebenaran, mereka akan berbalik kepadamu
kembali. Doakanlah mereka, usah mencaci dan membenci. Sebab yang kita teladani
bukankah Nabi Muhammad Saw? Pernahkah beliau Saw., mencontohkan cacian, dendam
dan benci? Tentu saja tidak pernah. Malahan, beliau menunjukkan adab yang luar
biasa, membaiki mereka yang bersifat buruk kepada Beliau Saw.
Rasulullah
Muhammad Saw., yang dijamin ma’shum dan merupakan Kekasih Allah Swt., juga
tidak lepas dari ujian fitnah, benci dan cacian. Bahkan yang beliau Saw., alami
sangat jauh kelasnya, lebih menderita dibandingkan kita. Apakah beliau Saw.,
lantas menjauhi Allah? Beliau Saw., malah semakin dekat kepada Allah, semakin
bergantung kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, jika ingin menjadi umat yang
diakui oleh Baginda Rasulullah Muhammad Saw., mari kita menjadi orang yang
akhlaknya mengikuti beliau. Susah, sudah pasti. Kita tidak ma’shum. Hati kita
mungkin sudah memiliki banyak penyakit yang membuatnya hitam pekat. Nafsu kita mungkin
sudah gemuk karena sering disuapi. Akan tetapi, selama napas kita masih ada,
masih ada harapan kepada kita untuk terus memperbaiki, hari demi hari, waktu
demi waktu, hingga kita tiba di ujung waktu, yakni ajal.
Sebuah
syair Imam Syafii sangat penting menjadi perenungan kita. Syair tersebut
berbunyi:
“Janganlah kamu gelisah terhadap musibah-musibah yang
terjadi pada malam hari.
Sebab, tiada satu pun musibah di dunia itu yang kekal abadi.”
Hidup
akan senantiasa seperti itu, bagaikan roda yang berputar-putar. Mungkin suatu
hari, manusia menyanjung kita, namun di hari yang lain, mereka membenci kita. Usah
risau dan sedih. Sebab hidup memang demikian. Namun perlu digarisbawahi, tidak
ada kesedihan yang abadi, pun tidak ada kesenangan yang abadi. Oleh sebab itu,
jika datang musibah, usah bersedih secara berlebihan. Jika hadir kesenangan,
usah bergembira secara berlebihan. Biasa saja. Mari menjadi orang yang biasa
saja. Disampaikan oleh Lora Ismael el-Khalili, sesungguhnya hidup tidak akan
pernah ideal bagi siapapun. Setiap orang sesungguhnya sedang berjuang dalam
perjuangan yang berbeda. Maka dari itu, sebagai pengingat bagi kita, jangan
sampai menjadi duri di jalan orang lain. Jika memang belum mampu menjadi madu, setidaknya
janganlah mempersulit jalan orang lain. Sebab, apa yang kita tanam akan kembali
kepada kita. Jika kebaikan yang kita tanam, maka kita akan memetiknya kelak.
Jika keburukan yang kita tabur, kita akan memanennya kelak. Hidup adalah tabur
tuai.
Pun,
menyikapi sikap manusia yang berubah-ubah, usah dipedulikan yang demikian. Mari
berfokus meng-upgrade diri, menyibukkan diri dengan hal-hal produktif dan bermanfaat.
Doakan mereka, agar Allah berikan ketenangan hati dan kemudahan dalam hidup.
Mengucapkannya memang tampak mudah, akan tetapi mempraktikkannya membutuhkan
hati yang teguh dan niat yang tekad.
Semoga
Allah senantiasa memberikan kemudahan kepada kita semua, untuk meniti di jalan
kebaikan-Nya.
Blitar,
17 Juli 2024
[1]Muhammad Ibrahim Salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syafi’I (Untaian
Mutiara Hikmah dan Petunjuk Hidup Imam Asy-Syafi’I, Diva Press, 2019, p. 35
Luarbiasa mbak.
ReplyDeleteTerima kasih sampun kersa baca Mas Alif
Delete