Diwan

 



“Jangan berkata begitu, Berenis. Setiap kejadian yang menimpa kehidupan ini telah tercatat dalam untaian garis takdir. Saat berpikir kalau diri kita yang dicampakkan, sesungguhnya takdir telah memilih kita untuk suatu hal yang lain. Engkau bukanlah seorang yang dicampakkan. Namun, yakinlah bahwa Allah telah memilihmu untuk suatu hal yang lain di dunia ini.”

“Ah, Tuan Putri. Memang benar apa yang Anda katakan. Namun, kuasakah hati ini mengatakan ini kepada dirinya sendiri. Di hari-hari penuh kelam pada masa itu, ke mana pun diri ini memandang, ke mana pun melangkahkan pijakan kaki, di sana pula selalu didapatkan bayangan Ursa. Ia telah membuat saya buta, telah membuat diri terperdaya. Bahkan, sampai-sampai terpikir apalah artinya kehidupan setelah ini. Ingin sekali saya mengakhiri kehidupan ini bersamaan dengan berakhirnya cinta di dalam hati. ... Karena saya seorang wanita, tidak berhakkah menentukan sendiri nasib di dunia ini?”[1]

 

[1]Sibel Erasan, Khadijah: Ketika Rahasia Mim Tersingkap, Kaysa Media, p. 76-77


Hati seorang perempuan adalah palung rahasia paling dalam. Nasihat-nasihat itu, tiba-tiba menjadi tetes-tetes penghilang dahaga rindu. Menjadi obat rindu yang tidak tahu, kapan rindu ini akan berakhir. Memang, seketika, rindu itu mampu memudar. Namun ia hanya memudar, dan mabuk kepada rindu, kembali terulang. Segalanya, begitu singkat. Bahkan mungkin, di sisa waktuku di dunia ini, tidak akan cukup untuk menampung rindu yang membludak ini.

Bukannya aku tidak menerima takdir, namun hatiku yang terus meraung dan meronta untuk menjumpainya. Bahkan, ketika malam tiba, jubah kerinduan otomatis kukenakan. Aku menari, menari sembari memegang cawan anggur dan mabuk. Bukan anggur ini yang membuatku sakau, namun bayangan itu. Sesosok bayangan yang begitu nyata. Sesosok bayangan yang cintanya begitu lekat dan akrab. Sesosok bayangan, yang aku tidak mampu melukiskannya, saking mulianya beliau. 

Ketika aku mengisahkan kisahku dengannya, semua menganggapku gila. Cinta memang bisa membuat seseorang begitu gila, hilang akal dan tidak waras. Sebegitunya tentangnya. Benar-benar aku sudah tidak waras.


Comments