Membasahi Jiwa yang Kering
Beberapa waktu ini, saya tergolek lemas. Lemas
bukan karena kurangnya asupan badan, melainkan sebab keringnya hati. Saya
merasa, sudah saatnya membasahi jiwa yang kering kerontang seperti ini. Dan
seperti biasa, saya akan mengajak diri berkontemplasi melalui tulisan.
Hidup jika dijalankan dengan pola yang sama,
setiap hari dalam satu pekan, dalam satu bulan, satu tahun, akan menemui titik
jenuh. Titik jenuh inilah yang harus dihadapi oleh manusia. Itulah sebabnya,
Allah meminta kita untuk sabar, dan akan memberikan reward yang tidak kecil
jika mampu sabar. Sabar di sini banyak jabarannya, yakni sabar dalam taat
kepada-Nya, sabar untuk tidak maksiat, sabar dalam menjalankan kebaikan, sabar
dalam hidup, sampai saatnya pulang. Memang, kejumudan hidup akan membuat hati
menjadi hampa, kosong, kering. Jika sudah demikian, perlu mencari ‘air’ untuk kembali
membuatnya basah.
Saya pernah membaca quote yang bagus tentang Allah menguji manusia, kurang lebih intinya, ‘jika kamu tidak bisa taat dalam nikmat, maka Allah akan menyeretmu (untuk taat) dalam ujian.’ Rasanya ngeri juga jika membayangkan hal yang demikian. Sebab kadang ujian yang Allah hadirkan penuh surprise. Oleh sebab itu, sebisa mungkin, marilah mensyukuri nikmat dalam taat. Jangan sampai menunggu diuji dengan ujian yang mengoyak hati, baru kembali kepada-Nya.
Perkara kejumudan,
sebetulnya merupakan perkara pikir dan mental yang cukup mudah menyembuhkannya,
asalkan tahu jalannya, tahu di mana letak kegelapannya, tahu di mana letak
lampu yang akan menyinarinya, dan tahu bagian mana yang memerlukan penerangan,
kurang lebih seperti itu. Namun jika tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh,
tentu saja akan tersesat, berputar-putar dalam kegelapan, bahkan ada
kemungkinan untuk terjerumus dalam jurang, nauzubillah.
Bosan yang membuat jiwa kita kering akan datang ketika kita tidak bisa menemukan
hal baru dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Padahal, dalam waktu yang
berbeda, tidak pernah ada suatu kejadian yang benar-benar sama persis dengan
sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai manusia, kita perlu ruang renung, untuk
menikmati setiap momen, menikmati setiap peristiwa yang hadir dan mencari
perbedaannya. Dengan demikian, akan tumbuh rasa syukur luar biasa.
Contoh kecilnya adalah ketika kita bosan
dengan pekerjaan kita. Coba kita bayangkan, betapa banyak manusia di Indonesia
yang jobless di luar sana. Betapa banyak manusia yang bekerja banting
tulang, melakukan apa saja untuk menyambung hidup. Kita, yang diberikan
pekerjaan yang cukup baik, mengapa tidak bersyukur? Coba kita lihat mereka, tukang
sol sepatu misalnya, atau penjual kerupuk keliling, yang harus memanggul
kerupuk besar, membawanya kemanapun pergi. Jika melihat masyarakat sekarang,
berapa penghasilan beliau? Namun beliau-beliau tetap memilih bekerja, demi bisa
menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, dan menafkahi penghidupan mereka. Sedangkan
kamu, duhai diri, kamu diberikan kesempatan bekerja yang jauh lebih layak dari
mereka, namun kamu malah bosan? Istighfarlah, supaya Allah tidak mencabut
nikmat hatimu untuk kerja.
Kamu bosan dengan kegiatan sehari-harimu di
rumah saja bersama anakmu? Lihatlah, duhai diri, tangan yang dulu mungil itu,
kini sudah semakin besar. Kaki yang kecil itu, kini sudah pandai berlarian.
Anakmu sebentar lagi akan memasuki masa thalabul ilmi, dan akan
meninggalkan rumah, meninggalkanmu. Mainan-mainan yang banyak itu akan penuh
debu, tidak pernah dimainkan kembali. Jika kamu tiba di masa itu, hanya akan
ada kata rindu, kangen, dan mungkin sesal, sebab kamu tidak bisa menikmati
momen yang tidak akan terulang itu.
Masih bosan? Lihatlah orang-orang yang sudah
berpulang. Mungkin mereka mendambakan hidup kembali di sini. Namun kesempatan mereka sudah usai. Waktu mereka sudah habis. Namun kamu, masih diberikan waktu di sini. Meski ada, suatu masa waktumu juga akan habis. Jika sudah
demikian, apakah kamu masih merasa hidupmu dalam kesulitan?
Setiap orang menderita, setiap yang hidup
selalu melalui ujian. Maka kamu, jika sudah diuji, sebab sudah ditakar oleh
Allah, kamu mampu. Jika kamu mampu, itu berarti kamu bisa melaluinya.
Duhai diri, hinaan yang kau terima, cacian
yang kau terima, samakanlah perasaanmu menerimanya ketika kamu mendapatkan pujian.
Belajar untuk semakin dekat dengan-Nya, mengingat-Nya, jangan di lisan dan hati
saja. Lakukan dalam tumindak. Jangan mendekati golongan munafiqun.
Semoga, beberapa nasihat itu bisa melunakkan
hatimu yang keras, bisa menyuburkan hatimu yang gersang. Sebab kamu hidup
hingga saat ini, karena Allah masih memberikanmu tugas. Nikmatilah waktumu,
yang dawuh Sayyid Abdullah al-Hadad, bak permata baiduri yang tidak ternilai,
saking luar biasanya, saking tidak akan kembali lagi ia. Gunakanlah waktumu untuk belajar. Kekang nafsumu. Kekang nafsumu.
Kekang nafsumu. Sebab nafsu, semakin diberi makan, semakin lapar ia. Kekanglah,
kendalikan, hingga kamu benar-benar berkuasa terhadap nafsumu, terhadap dirimu.
Jiwamu akan basah, ketika pikiranmu tenang, hatimu tenang. Jiwamu akan basah, ketika ketenangan yang kau cipta kau buat untuk kontemplasi dan mendekat kepada-Nya. Dunai dan ingar bingarnya, semoga tidak membuatmu lupa terhadap nikmat ibadah kepada-Nya.
Blitar, 17 Mei 2024
23.44 WIB
Terimakasih mbak, tulisan yg menyentuh relung hati ini yg kian menunjukkan gersang
ReplyDeleteSama-sama Mbak Siti. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah pinarak mriki Mbak
Delete