Semua Akan Berlalu, Sebuah Kontemplasi

 

 

Malam ini saya sangat merindukan Zafar. Jika kami diizinkan oleh-Nya untuk membersamai Zafar hingga detik ini, seharusnya sekarang ia meringkuk di rahim saya dengan usia kehamilan tujuh bulan. Menurut hitungan Hari Perkiraan Lahir (HPL), seharusnya Zafar lahir pada tanggal 15 November 2023. Namun Allah memiliki rencana lain. Dengan izin-Nya, sekarang Zafar sedang dijaga langsung oleh-Nya, di surga-Nya, bersama-Nya.

Zafar adalah titipan-Nya. Dia bukan milik kami. Bukankah memang seharusnya sebagai hamba senantiasa sami’na wa atha’na terhadap ketentuan-Nya? Sebab Allah Mahatahu, Allah Mahakasih yang memiliki rencana terbaik dibanding rencana-rencana kita. Terkadang kita menyukai sesuatu padahal ia buruk bagi kita. Terkadang kita tidak menyukai sesuatu padahal ia amat baik bagi kita. Allah tahu sedangkan kita tidak.

Saat merindukannya, saya langsung ingat nasihat ibuk, yakni ketika merindukan seseorang, berikan fatihah kepadanya. Demikian pula ketika saya merindukan Zafar. Saya langsung menjembatani rindu ini dengan fatihah. Ruh bersua dengan ruh. Jiwa bersua dengan jiwa. Hati bersua dengan hati. Meski memang raga kami tidak mampu saling memeluk, namun jiwa kami senantiasa merengkuh satu dengan lainnya. Meski hanya bersua melalui ruhani, itu sudah sangat cukup. Sebab ada Allah. Sekali lagi ada Allah.

Saya pun juga mengajarkan kepada Zoya, putri pertama kami untuk mengingat adiknya. Meski ia tidak pernah bersua secara raga, saya akan berusaha untuk mengenalkannya secara ruhaniah kepada adiknya. “Nduk, kasih doa buat Dek Zafar, yuk. Ya Allah, semoga Engkau menjaga Dek Zafar. Kami rindu kepadanya. Semoga Engkau berkenan mempersuakan kami kepadanya kelak di surga-Mu.” Begitulah doa yang sering kali saya ajarkan kepada Zoya sebelum tidur. Dia juga saya ajak mendoakan orang tua, kakek-nenek, seluruh keluarga dan juga seluruh umat Muslim.

Setelah kepulangan Zafar, Allah menyibukkan saya dengan putri kami. Alhamdulillah, dia menjadi pelipur lara kami, serta obat hati yang gundah. Lelah memang mengasuh batita, menyiapkan makan, mandi, bermain, dan lainnya. Ditambah saat ini Nduk sudah memiliki kemauan sendiri. Meski begitu, saya sangat menikmati masa ini. Saya sangat menikmati menjadi seorang ibu. Walaupun lelah, walaupun jalan saya melambat, walaupun hidup saya berubah, saya bersyukur sekali dipilihkan jalan berjuang ini oleh-Nya. Sebab menjadi ibu adalah karunia terindah dari-Nya yang pernah saya rasakan.

Senja ini, saya mendapatkan nasihat yang sangat indah terlantun dari Dr. Fachrudin Faiz. Beliau berkisah, yakni suatu masa ada seorang raja yang hatinya risau. Alhasil, beliau meminta pendapat salah seorang ulama. ‘Berikan aku sebuah nasihat yang tidak terlalu panjang namun mengena untuk hidupku yang terasa kering.’ Ulama tersebut menjawab, ‘Semua ini akan berlalu.’ Ketika merenungi kalimat dari ulama tersebut, kehidupan sang raja menjadi kembali baik-baik saja. Hati yang semula resah gundah menjadi tenang dan damai. Hidup yang mulanya sedikit kacau menjadi stabil.

Saat mendapatkan nasihat itu, saya mencoba mencerna kalimat tersebut. ‘Semua ini akan berlalu,’ menunjukkan tiada kedukaan atau kesukaan yang abadi. Jika diberikan nikmat, sepatutnya kita bisa mengontrol kesenangan kita, lebih baik lagi bersyukur dan senang secukupnya. Jika diberikan ujian, sepatutnya kita tidak bersedih dan tenggelam dalam lautan duka. Sebab semua ini akan berlalu.

Demikian pula dalam hidup, perlu mempraktikkan prinsip bahwa semua ini akan berlalu. Ketika Allah karuniakan Zoya, hati kami harus tetap terjaga untuk mengingat bahwa putri kami adalah milik-Nya. Kami sangat mencintainya, namun Allah lebih mencintainya. Tugas kami adalah merawatnya, membekalinya dengan ilmu, akhlak dan amal. Sehingga ketika hisab nanti, kami bisa memberikan pertanggungjawaban dari-Nya dengan baik. Pun ketika Allah memutuskan untuk mengambil kembali Zafar yang pernah dititipkan di rahim saya selama dua setengah bulan. Kami harus melatih hati, bahwa itu adalah ketentuan-Nya. Kami memang sangat mencintainya, namun Allah lebih mencintainya daripada kami. Semua ini akan berlalu. Kedukaan akan berlalu. Sebab sangat mungkin, kelak Allah akan mempersuakan kami di surga-Nya. Tiada yang abadi di kefanaan ini kecuali Allah.

Kita, manusia akan ditakar dengan ujian yang sesuai dengan kapasitas serta kemampuan kita. Allah sudah memperhitungkan segala sesuatu dengan takaran paling tepat. Sehingga saat ujian hadir, maka itu berarti kita mampu.

Ustazah Halimah Alaydrus pernah mengajarkan ketika masalah datang, katakan kepada masalah bahwa saya memiliki Allah yang jauh lebih besar darimu. Kita juga perlu untuk memperluas hati dan menghiasinya dengan senantiasa mengingat Allah. Sebab jika hati terisi Allahu Akbar, maka problem kehidupan tidak akan mendapatkan tempat di sana, sebab terlalu kecil. Analogi yang dihadirkan oleh Ustazah Halimah Alaydrus adalah masalah itu ibarat sesendok garam. Jika hati kita sempit, seperti secangkir air, maka garam itu akan terasa. Berbeda jika kita memperluas hati, seluas danau. Maka sesendok garam tidak akan mempengaruhi rasa air di seluruh danau. Lantas bagaimana memperbesar hati? Ingatlah Sesuatu yang Mahabesar, yakni Allah.

Alhamdulillah. Di era digital seperti ini kita sangat mudah mendapatkan ilmu yang menyejukkan hati dari berbagai platform ataupun media. Hal ini hanya bergantung kita mau atau tidak mencarinya. Demikian pula jika bisa, mari ikut meramaikan dan membuat riuh media dengan kebaikan. Jangan sampai media penuh dengan hal-hal batil atau kesalehan kalah dari kebatilan, begitu yang disampaikan oleh Gus Baha.

Akhir kata, peluk erat untuk seluruh ibu yang berjuang demi putra-putri serta keluarganya. Demikian pula kepada seluruh perempuan yang Allah pilih untuk memiliki sabar seluas lautan sebab diuji dengan ujian yang telah tertakar dengan baik oleh-Nya. Semoga Allah senantiasa memberkahi hidup kita. Amin.

 

Blitar, 13 September 2023

Comments

  1. Yang sabar nggeh. Memang semua akan berlalu. Tapi, lalui itu semua dengan saling merangkul satu sama lain. Khususnya suami dan keluarga lain. Agar bisa dimampukan untuk melaluinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. MasyaAllah terima kasih support nya Ibunda. Amin amin amin ya Rabb. Alhamdulillah saya mendapatkan rezeki keluarga yang mensupport dan menguatkan, Bunda. Terima kasih

      Delete
  2. Innalillahi wainnailaihi rojiun.. Yakinlah dik..
    takdir Alloh selalu indah❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bunda, terima kasih sangat sampun mampir di blog ini. Inggih Bunda. Terima kasih sampun mengingatkan

      Delete
  3. Terharu Bu saya... Perjalanan hidup yang luar biasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. MasyaAllah, terima kasih berkenan mampir di catatan sederhana ini Pak Pri. Katah belajar saking Bapak juga

      Delete

Post a Comment