MOM'S STRUGGLING ON BABY'S MPASI

 


Selesai berdamai dengan diri sendiri, saat ini saya benar-benar menikmati peran menjadi seorang ibu. Ketika Zoya sudah masuk dalam tahap MPASI, saya semakin menikmatinya. Sebab semakin banyak hal baru yang bisa dipelajari. Sesuatu yang sebelumnya belum pernah saya alami. 

Bisa dikatakan, setiap hari, seorang ibu diminta untuk bangun lebih pagi dari siapapun. Hal itu memang saya aminkan. Ketika pagi tiba, saya harus segera bangun, sebab banyak aktivitas yang sedang menanti. Meski demikian, biasanya yang membangunkan saya justru Zoya. Dia menangis, minta bangun sesaat selesai azan Subuh berkumandang. Selanjutnya, setelah salat saya akan memikirkan, apa yang akan dimakan bayi saya hari ini? Maka, beberapa bahan makanan yang sudah dibeli dan disimpan di kulkas akan menjadi ladang untuk mencari ide menu baru untuk Zoya. Mengapa harus menu baru? Tujuannya adalah agar dia tidak lagi melakukan Gerakan Tutup Mulut. Dari beberapa artikel yang saya baca, memberikan variasi menu adalah salah satu hal yang bisa mengurangi GTM bayi. Oleh karena itu saya harus telaten memasak setiap hari dengan menu yang berbeda. 

Hal tersebut sejujurnya sangat menyenangkan jika kita mau menikmatinya. Karena pada fase ini, saya merasa seperti memiliki bakat lain yang sebelumnya tidak tampak, yakni memasak. Selain itu, kreativitas akan diuji dalam proses masak-memasak. Dengan bahan apa adanya, kira-kira menu apa yang mampu dihasilkan? Selain prosesnya yang panjang dan mengasyikkan, rasa senang akan hadir manakala masakan sudah jadi dan dimakan dengan lahap oleh keluarga. Rasanya, semua proses itu terbayar dengan begitu memuaskan. 

Sebelum Zoya masuk tahap MPASI, saya sangat santai dalam menjalani hidup. Sebab dia hanya bergantung dengan ASI, sedangkan saya cukup makan sayur rebus, ayam goreng, nugget, sosis, telur, tempe atau tahu. Tidak lupa untuk mengurangi hambar bisa ditambahkan dengan kondimen sambal. Rasanya semuanya sangat mudah. Hanya sesekali saya masak sup atau sayur bening jika ingin memasak. Bahkan, lebih sering ibuk mertua yang memasakkan saya dibanding saya memasak sendiri. Lantas bagaimana dengan suami?Suami makan ikut ibuk, sebab beliau yang membantu ibuk berjualan dan saya cukup memikirkan diri sendiri saja.

Segalanya berubah ketika Zoya mulai masuk MPASI. Saya butuh untuk beradaptasi lagi karena setiap hari harus masak bubur bayi. Sebelum dia mencapai usia enam bulan, yakni waktu untuk MPASI, saya meminta suami untuk membelikan slow cooker yang aman untuk bayi. Slow cooker adalah alat memasak yang membutuhkan waktu lama, dimasak dalam panas yang sedang, sehingga nutrisi makanan masih terkunci di dalamnya. Setelah mempertimbangkan harga, kebutuhan dan manfaat, akhirnya pilihan kami jatuh pada slow cooker brand Baby Safe. Setelah itu, hari-hari saya lebih mudah. 

Hal pertama yang perlu disiapkan adalah mengupas bawang, men-chop-nya, kemudian menumis dengan waktu yang cukup lama agar awet ketika dimasukkan di dalam kulkas. Selain itu, untuk sumber protein hewani, seperti udang, daging, ayam, ikan atau lainnya, cukup dengan memotongnya secara fillet dan memanggangnya dengan api kecil, tidak lupa mengolesinya dengan mentega atau kecap asin. Selanjutnya, sumber vitamin dan mineral yang berasal dari sayur seperti bunga kol, brokoli, buncis, wortel, daun bawang, atau lainnya cukup dicuci dan dipotong kecil kemudian dimasukkan di dalam kulkas. Sedangkan untuk memasaknya, saya cukup mencuci beras di dalam wadah keramik slow cooker, dan memberinya air matang secukupnya. Kemudian memasukkan sumber protein hewani, nabati, tumis bawang, dan sayur di dalamnya. Selanjutnya, cukuplah saya mengatur waktu yang diinginkan. Waktu yang dipilih bisa dua, tiga atau empat jam. 

Beberapa bulan pertama MPASI, saya melakukan rutinitas tersebut setiap hari. Terkadang, untuk menambah khazanah rasa, saya memasukkan keju atau susu UHT di dalam panci. Akan tetapi, selesai Zoya menjalani tujuh bulanan, dia mulai tidak mau dimasakkan makanan dari slow cooker. Akhirnya Zoya mengalami GTM, yakni gerakan tutup mulut. Saya benar-benar bingung kala itu, kalang kabut sebab berat badan Zoya hanya naik satu ons per bulan. Meski begitu, di grafik posyandunya, dia masih berada di titik aman, hijau tua. Syukurlah. Mulai saat itu, segalanya berubah. Saya mulai memasakkan sendiri menu yang bervariasi dan memberikannya meal time yang tepat.

Menurut beberapa artikel tentang cara menyelesaikan problem GTM, saya mendapatkan beberapa poin penting. Pertama, yakni berikan menu bervariasi setiap harinya. Kedua, berikan meal time yang menyenangkan. Jangan sampai memaksakan makanan masuk di dalam mulut bayi karena yang ada, bayi hanya akan trauma dengan makan. Ketiga, hindari gadget, ajak bayi untuk fokus makan. Keempat, buat bayi lapar dua jam sebelum meal time. Pada waktu ini, saya tidak memberikan ASI atau camilan untuk Zoya, hanya memberinya minum air putih saja. Kelima, berikan makan setengah jam saja, yakni durasi makan selama tiga puluh menit. Selebihnya, jangan berikan. Atau jika bayi sudah tidak mau, maka jangan dipaksakan. Setelah mengikuti aturan tersebut, alhamdulillah, Zoya sudah tidak GTM dan dia semakin lahap dalam makan.

Dengan kebutuhan untuk terus memberikan menu baru setiap hari tersebut, tentu mengharuskan saya bisa mengasuh si kecil sembari memasak. Awalnya memang tampak sulit, namun karena kemudahan teknologi, saya menikmatinya. Terutama karena banyaknya alat-alat canggih seperti chopper, slow cooker, blender, mixer, dan lainnya. Selain itu, Zoya bisa saya sambi ketika saya menaruhnya di tanut atau baby walker yang bulat. Dengan keadaan dapur yang luas, alhamdulillah dia bisa berlarian atau berjalan, sedangkan mama bisa memasak sembari mengawasinya. Benar-benar proses yang sangat menyenangkan.

Memang, untuk bisa mendapatkan alat-alat dapur yang canggih membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi, saya benar-benar terbantu dengan hal tersebut. Akhirnya, setelah bekerja dalam keadaan maternity leave dan menabung, alhamdulillah kami bisa afford beberapa alat bantu tersebut. Poin penting yang ingin saya soroti adalah, saya ingin tetap sehat lahir batin. Meski badan lelah, pikiran bercabang, saya ingin tetap bahagia karena dimudahkan. 

Pun, saat ini, saya ingin memiliki high chair untuk kursi makan Zoya. Dia sudah masuk usia sebelas bulan. Maka, saatnya dia untuk belajar makan sendiri. Saya kira, fungsi high chair sangat penting untuk meningkatkan hal tersebut, yakni menstimulasinya agar bisa makan sendiri. Selain itu, dengan high chair, Zoya akan terkunci untuk duduk di atasnya dan dia bisa mengotori seluruh meja makannya sendiri tanpa harus membuat banyak tempat belepotan saat Zoya belajar makan. Jika memang dirasa mahal, anggap saja saya membeli kebahagiaan dan kewarasan. Sebab rumah yang berantakan juga bukan hal baik untuk psikologis ibu yang lelah. Selain itu, bisa dikatakan saya ingin tetep bahagia dan produktif meski harus bermain dan belajar dengan Zoya sepanjang waktu.

Sedikit catatan tentang Behind The Scenes. Catatan ini dibuat setelah Zoya selesai makan siang. Kemudian, saat dia tahu mama memegang laptop, Zoya selalu mendatangi tempat mama, berusaha ikut menulis melalui laptop. Akhirnya mama mengambilkan snack sebagai pengalih. Kemudian, saat Zoya sudah bosan, dia kembali mendatangi mama dan laptop. Selanjutnya mama menulis di meja, dia mendatangi mama, berusaha meraih mama, dan sempat terjauh sebentar saat berlatih berdiri. Selanjutnya mama menggendongnya, dan menggantikan diapersnya yang sudah penuh. Selesai itu, mama mencuci mulut dan tangan Zoya yang belepotan snack, dan kembali mengajak Zoya ke kasur, memberinya mainan baru, dan menyelesaikan catatan. Saya ingin mencatat pengalaman ini karena menjadi ibu, sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga. Setiap hari selalu ada hal baru yang sangat sayang ditinggalkan tanpa diabadikan.


Tulungagung, 10 Maret 2022

 

Comments

Post a Comment