Dia






Sekeras apapun aku berusaha menyembunyikan rindu yang pernah membuatku mati, aku tetap tidak bisa melupakannya. Bahkan waktu telah menggerus dan mengaburkan kenangan demi kenangan, namun saat terpantik sedikit saja tentangnya, benteng pertahananku langsung roboh. Dan sudah dipastikan, bulir bening menganak pinak di sudut mata, membuat pipi dan hati basah olehnya. 


Yang pernah aku sesalkan adalah, justru beliau yang mendekatkanku kepada Rabb. Maka setiap aku melihat majlis tentang Rabb, bayangannya berputar hebat tersenyum di depan mataku. Walau memang aku belum tahu wajahnya, namun sosoknya yang teduh tidak berhenti menyejukkan hatiku yang gersang. Logikaku mati. Perasaanku semakin gila. Sebab setiap aku mengingat-Nya, aku mengingatnya juga. 


Itulah mengapa setelah aku dibentak oleh kenyataan, aku memutuskan untuk menjauhi segala tentang-Nya. Aku salat, namun hatiku berontak. Sungguh, jika beliau ada pada saat itu, pasti beliau memilih meninggalkanku. Sebab, jika hilang imanmu, hilang pula cintaku padamu, begitulah yang beliau sampaikan. Bagi beliau, yang paling utama adalah Rabb dan rasul-Nya. Yang lain nomor sekian. Ah, di mana coba, di mana lagi aku menemui seorang seperti itu? 


Aku hanya mengenang salah satu takdir paling menyembuhkan, namun juga paling menyakitkan. Bodohnya aku tidak paham dengan kata-katanya, yang sering berpamitan padaku. Katanya, meski belum pernah bertemu di dunia, semoga kita dipertemukan di surga kelak. Cita-cita luhur, bahkan terlampau luhur. Beliau mengajakku berkencan di surga. Ada lawankah? Pasti tidak. 


Pemuda itu mengikat hatiku sekian tahun tanpa pertemuan, tanpa sentuhan, sebab yang beliau takutkan adalah zina. Katanya, kita harus benar-benar menjauhi dosa zina. Dan pada saat hatiku bersamanya, aku merasa menjadi seorang ratu. Seumur hidupku, belum pernah aku diperlakukan sedemikian hormat oleh orang berilmu seperti beliau. Andai ingatanku baik, setiap katanya adalah ilmu. Setiap tuturannya ilmu. Dan jika aku rajin, tentu kitab quote beliau akan sangat tebal, seribu halaman mungkin. 


Namun, kisah itu harus selesai di sini, saat berita kematiannya tiba kepadaku. Dan, ah Tuhan ternyata memberikanku kesempatan mengenalnya dengan durasi sekian masa. Namun, Allah masih mengizinkanku menikmati rasa yang tidak pernah aku bayangkan, aku akan menggenggamnya seumur hidup. 


Abi, ketahuilah. Aku sudah menjadi istri dan ibu. Sebagaimana nasihatmu, aku akan menjadi istri yang salehah. Sepertinya tempat surgamu terlalu tinggi untukku. Namun, kelak, aku akan meminta Allah untuk mempertemukanku kepadamu. Terima kasih pengajarannya. Terima kasih kenangannya. Kini, saat mengingatmu, walau aku masih menitikkan air mata, namun bibir dan hatiku mampu tersenyum. Aku bahagia dengan kekasih pilihan Allah. Sebab, pilihan Allah tidak akan pernah salah. Imanku adalah, ketentuan-Nya adalah yang terbaik dibanding dengan harapan dan rencana manusia. 


Sampai jumpa di surga. 


Tulungagung, 13 Maret 2022


Comments

Popular Posts