Kesan sebagai Peserta INCOILS 2021
Thu, December 23rd 2021
Hari ini merupakan hari yang luar biasa. Saya berkesempatan untuk belajar
kembali, membuka kembali materi kuliah yang sebelumnya pernah saya dapatkan.
Selain itu, pada akhir sesi agenda kali ini, saya juga mendapatkan kuliah
singkat dari Dr. Susanto, kaprodi TBI Pascasarjana UIN SATU. Sungguh, rindu
belajar seperti meraung-raung kembali. Bisa kembali berkutat dengan keilmuan
bahasa Inggris membuat saya senang, namun sekaligus merasakan bahwa ternyata,
saya ini kurang sekali dalam belajar. Masih banyak hal yang harus terus
dipelajari.
Proses belajar tidak akan pernah menemui kata berhenti dan selesai.
Terlebih, tantangan yang paling mengena adalah ketika sudah lepas dari ikatan
kampus dan terjun di tengah masyarakat. Apakah mampu terus menghidupkan
atmosfer belajar dan bertahan untuk terus belajar, membaca, menulis, meneliti,
meski tanpa paksaan dari instansi? Inilah tantangan saya saat ini. Ditambah
kurangnya waktu luang, karena sudah menjadi ibu bagi bayi mungil yang berusia
delapan bulanan ini. Jika suatu saat saya bisa menulis beberapa kalimat,
kemudian terdengar panggilan cinta, rengek tangis si kecil yang terbangun dari
tidur, maka tentu saja, segala kesibukan akan saya letakkan, dan kembali
mengajak si kecil. Saya harus bisa menikmati fase dan momen ini. Sebab suatu
hari nanti, ketika kaki-kaki mungilnya sudah lebih kuat, dia akan berlari jauh
mencari ilmu. Pada saat itu, saya pasti sangat merindukan momen-momen ini,
momen bersama dengannya, momen ketika dia masih sangat bergantung kepada saya,
ibunya.
Hari ini, saya termasuk beruntung, karena si kecil diajak oleh utinya
ketika waktu saya presentasi. Sebelumnya, tentu saja saya memandikan, menyuapi
dan menyusuinya terlebih dahulu. Akan tetapi, pekerjaan itu sudah lumayan
ringan, karena bubur si kecil sudah dimasakkan oleh papanya, juga papa membantu
menyiapkan mandi. Saya hanya butuh untuk eksekusi saja.
Jika boleh dikatakan, karena fokus yang terpecah itulah, saya tidak bisa
mengerjakan presentasi hari ini secara maksimal. Saya tidak sedang menyalahkan
kehadiran buah hati, yang bahkan saya rela menukar hidup saya demi kebahagiaan
Zoya. Namun, mungkin terletak pada tidak fokusnya saya, dan kurangnya persiapan
penuh. Sungguh, persiapan hari ini tidak bisa maksimal, karena memang kelalaian
ada pada saya sendiri. Mungkin manajemen waktu saya kurang baik. Mungkin saya
tidak mempelajari materi dengan maksimal. Jika persiapan kurang, maka hasil
tentu saja kurang. Sebab hasil mengikuti persiapan atau istilah lainnya, preparation perfect performance. Saya
benar-benar butuh evaluasi terhadap diri saya sendiri.
Mengikuti presentasi di Room 1 hari
ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat luar biasa. Saya bisa melihat
bagaimana para presenter menyiapkan presentasi dengan persiapan penuh. Hal ini
bisa dilihat dari tampilan PowerPoint juga bagaimana penguasaan materi serta
penampilan saat presentasi. Salah satu presenter, Mas Nova benar-benar epik
dalam mempresentasikan makalahnya. Saya yakin, persiapan beliau tentu baik dan
maksimal. Mungkin, jika beliau seorang guru, murid-muridnya akan tertarik
dengan metode pengajarannya yang atraktif dan asyik. Dua jempol untuk beliau. Sedangkan
untuk pemateri yang lain, tentu beliau-beliau juga sangat luar biasa. Hanya
saja, saya hanya mengikuti sekilas, karena di tengah mengikuti jalannya
presentasi live hari ini, saya harus kembali menyuapi si kecil sarapan dan
menyusuinya. Sebab tadi, selepas saya menyuapinya sedikit, kemudian saya
tinggal presentasi karena tepat giliran saya, dia tidak mau disuapi oleh
utinya. Mungkin hanya beberapa sendok saja. Alhasil, selepas saya presentasi,
harus kembali menyuapi. Kasihan jika perutnya harus menahan lapar karena
aktivitas saya. Sedangkan saat ini, makannya hanyalah bubur dan buah saja. Camilan
yang lain belum dibolehkan. Oleh karena ihwal tersebut, sayangnya, saya tidak
bisa mengikuti jalannya presentasi dengan baik.
Beginilah menjadi perempuan. Meski banyak sekarang aktivis-aktivis yang
menggaungkan kesetaraan gender, namun tidak bisa melepas bagaimana pengaruh
patriarkal mengakar dengan kuat dalam tradisi, nilai dan kepercayaan masyarakat
kita. Dan, meski suami saya pun sudah berusaha dengan keras untuk membantu
menyelesaikan tugas rumah tangga, di samping beliau juga bekerja, bahkan momong
saat saya kerja, namun selebihnya, Zoya lebih dominan kepada saya, ibunya.
Sehingga, banyak hal yang mungkin saya lepas dibanding saya pertahankan seperti
sebelumnya. Perlu waktu untuk bisa menerima keadaan ini. Perlu waktu untuk
memahami hal ini, dan perlu waktu untuk bisa berdamai dengan diri sendiri. Dan alhamdulillah,
sejak kehamilan Zoya, yang saya merasakan mual, saya sudah terbiasa untuk
mengurangi aktivitas, dan lebih banyak istirahat. Sehingga selepas dia hadir,
saya sudah cukup bisa menerima, meski harus belajar lagi, bahwa tanggungjawab
kini menjadi berlipat. Semuanya tidak mudah, terlebih ketika harus beradaptasi
dengan hal baru. Namun, bukankah Stephan Hawking menyampaikan, bahwa Intelligence is the ability to adapt to
change. Oleh karenanya, seiring berjalannya waktu, saya bisa kembali
beradaptasi dengan keadaan. Dan saat ini, saya sedang di fase menikmati keadaan
dengan sebaik mungkin.
Terlepas dari hal tersebut, saya tidak mau mengambil sesuatu di luar
kemampuan saya. Jika saat ini, istilahnya saya hanya bisa merangkak, maka saya
akan menikmatinya. Sebab, bagaimanapun, golden
age Zoya tidak akan terulang. Saya akan sangat lebih mengutamakannya
dibanding dengan apapun. Untuk hal yang lain, biarlah saya membuat
rencana-rencana kecil, dan selebihnya, biarlah Allah yang mengurusnya. Sebab,
untuk sampai pada tahap ini, saya tidak pernah menyangka. Kemarin, saat menjadi
pelajar, tugas utamanya memang belajar, belajar dan belajar. Masalah hasil, pun
itu adalah keputusan-Nya. Apapun itu, saya bersyukur. Asalkan bisa mendapatkan
ilmu yang bermanfaat, sudah cukuplah, sangat lebih dari cukup.
30th December 2021
Beginilah istimewanya menjadi ibu. Jeda beberapa hari, satu artikel baru
rampung. Walau bagaimanapun, saya bersyukur. Daripada tidak menulis, dan lama
kelamaan, otot menulis akan menjadi kaku. Lebih baik terus diajak senam, meski
sehari hanya bisa satu kalimat saja, sudah sangat lebih dari cukup. Memang saat
ini proses studi tidak menempati prioritas utama, melainkan kedua. Meski duduk
di posisi kedua, tentu saja setelah prioritas utama selesai, prioritas kedua
harus dijalankan.
Sewaktu presentasi kemarin, saya ingat hal disampaikan oleh Dr. Susanto,
M.Pd. Beliau menyampaikan, bahwa penelitian dengan research design experimental – quantitative approach, tidak bisa
dimulai dari masalah. Jika sebuah penelitian dimulai dari masalah, terutama di
bidang kami yang concern studinya ada pada bidang pendidikan, akan lebih
condong menjadi Classroom Action Research
atau Penelitian Tindakan Kelas. Jika memilih desain eksperimental, maka
tujuannya adalah untuk menguji apakah metode pengajaran ini efektif untuk
dijalankan pada skill ini. Dan beliau menekankan, bahwa penelitian harus bisa
menawarkan novelty atau kebaruan. Cara
mencari kebaruan ini adalah dengan membaca previous
research, kemudian mencari gap dan
mencoba menelitinya. Saya mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan oleh
Dr. Santo. Meskipun saya menyambi, namun hal itu bisa terekam dengan baik untuk
kemudian saya ikat melalui catatan.
1st January 2022
Adakalanya memang saya ingin mencoba kembali membuka buku dan melakukan
penelitian, belajar kembali. Adakalanya juga, saya benar-benar rindu mengajar,
kembali bersua dengan murid-murid yang menggemaskan, belajar bersama bahasa
Inggris. Namun, kembali lagi, ini adalah pilihan saya. Mungkin aktivitas
mengajar bisa saya jalankan ulang beberapa masa yang akan datang. Namun, golden age Zoya tidak akan mungkin
terulang. Dan ketika dia sudah besar nanti, dia juga akan sibuk thalabul ‘ilmi. Toh saat ini saya juga
masih berkesempatan menjadi seorang penerjemah jurnal ilmiah. Cukuplah dengan
membaca hasil penelitian bapak/ibu dosen tersebut bisa terus membuat saya ingat
pelajaran sewaktu kuliah. Jika memang luang, mungkin juga bisa membuka kembali
catatan perkuliahan, atau membaca jurnal ilmiah lainnya. Saya menikmatinya. Sebab hidup memang sebuah proses penerimaan,
proses untuk selalu berusaha berdamai dengan keadaan sebaik mungkin.
Tulungagung, 01 Januari 2022
Comments
Post a Comment