Saya Perempuan

 


 

Saya perempuan, 26 tahun, sudah menikah dan 09 April kemarin, baru saja dikaruniai putri yang cantik, elok jelita, bernama Zoya. Saat ini kesibukan saya masih menjadi mama baru, disambi dengan mengajar bahasa Inggris private class, dan sesekali menulis jika Zoya diajak oleh keluarga. Karena saya tidak memiliki ART, dan tugas mengasuh, mengasihi Zoya saya ambil secara penuh, sering sekali me time menjadi sangat jarang. Sehingga kesibukan-kesibukan lain terpaksa harus terjeda. Seperti kesibukan organisasi dan menulis.

Menjadi perempuan memang peran yang sangat luar biasa, terlebih ketika sudah menjadi seorang ibu. Dunia baru yang baru saja dimasuki oleh seorang ibu baru benar-benar berbeda dari dunia sebelumnya. Jika dahulu, ibarat kupu-kupu, saya bisa terbang bebas ke manapun saya mau. Saya bisa berkelana mengais ilmu darimanapun, dan kapanpun. Saat ini, jika saya boleh menyampaikan, kebebasan tersebut sudah hilang, diganti dengan peran seorang ibu yang 24 jam sehari harus stand by dengan si kecil.

Zoya memang anugerah yang sangat luar biasa. Saya sangat mencintai bayi mungil itu. Rasa lelah karena mengurus si kecil seharian, mampu sirna seketika, tatkala dia memberikan senyuman yang sangat manis. Senyuman Zoya adalah energi yang luar biasa. Meski dunia saya saat ini benar-benar berbeda, meski saya harus menerima, tanpa ada pilihan lain terhadap keadaan saat ini, saya harus bisa berdamai dengan keadaan. Tentu saja saya tidak ingin mengalami baby blues yang sempat saya alami minggu-minggu pertama menjadi ibu. Oleh karenanya, pilihan berdamai adalah pilihan yang paling tepat.

Saya perempuan, pernah kuliah S1 dan dengan izinNya, mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2. Dalam proses studi tersebut, ada harapan untuk bisa terus menjejakkan kaki di dunia akademisi. Bahkan saya masih bercita-cita untuk bisa melanjutkan studi lagi. Saya menyukai proses belajar, saya mencintai proses menulis, meneliti, membaca, bersosialisasi, dan tentu mengabdi. Jika ada kesempatan untuk meniti karier di sana, tentu akan saya ambil, tanpa berpikir panjang. Itu saya. Namun, saya yang dahulu.

Saya perempuan, saya seorang istri. Saat ini, segala ambisi harus tunduk dan takluk dengan dogma yang saya yakini, yakni rida suami. Jika dikatakan jujur, ikhlaskah dengan keputusan suami yang melarang melanglang buana di tanah selain Jawa? Sejujurnya, masih ada segumpal tangis yang menyesalinya, meski saya tetap tunduk dan takluk dengan keputusan tersebut. Namun, di hati yang paling dalam, saya tetap mengamini bahwa keputusan yang beliau buat adalah keputusan terbaik. Bisa jadi, rezeki saya kelak akan lebih dekat, dan yang terpenting, Allah rida serta berkenan untuk memberkahi kehidupan ini. Saya menggunakan hati lebih dominan, dan hanya menyertakan sedikit logika dalam memutuskan hal ini. Jika dibalik, mungkin yang terjadi adalah sebaliknya. Dan, bisakah saya hidup hanya mengandalkan logika tanpa menggunakan hati setelahnya? Sedangkan selama ini, perkara hatilah yang bisa menghidupkan sekaligus membunuh jiwa saya.

Saya perempuan, saya seorang ibu. Selelah apapun saya, sesakit apapun saya, tidak ada pilihan selain terus menjalankan peran sebagai ibu, yakni merawat si kecil. Fisik memang  menjadi hal yang lemah bagi saya. Oleh karenanya, saya lebih suka diminta untuk berpikir. Namun, adakah pilihan lain selain harus terus menjalankan peran ini? Bukankah di luar sana, masih banyak perempuan yang mendambakan posisi saya saat ini, namun Allah masih belum memberikan titipan kepada mereka. Saya harus banyak menunduk dan bersyukur, bukan malah mengeluh.

Saya perempuan, saya juga pekerja. Selain mengurus si kecil secara penuh, alhamdulillah Allah memberikan kesempatan untuk terus mengalirkan ilmu yang sudah saya terima. Saya senang sekali mengajar. Saya bahagia berkesempatan untuk mengajar, karena memang passion saya di sana. Namun, perbedaan antara saya saat ini dan saya di masa lalu adalah, tidak ada kata istirahat pasca bekerja. Selelah apapun badan, saya harus kembali menerima Zoya yang diberikan oleh neneknya setelah tahu saya rampung mengajar.

Saya perempuan, saya sosok yang kuat dan tangguh.

Comments

  1. Saya juga seorang wanita๐Ÿฅฐyang menginginkan dan mengharapkan akhir cerita adalah CINTA. Bukan,bukan hanya akhir,bahkan setiap nafas yang menghela adalah CINTA. Hidup tanpa meninggalkan tinta adalah sebuah harapan untuk anak cucu bahwa kita pernah ada. Semangat wanita yg terus membara,,,,๐Ÿ˜Š๐Ÿ‘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Embak. Terima kasih sudah berkunjung. Ah rindu ๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜

      Delete

Post a Comment