Syair Syukur di Ufuk Pagi
Hal pertama kali yang terbesit di
dalam benak ketika membuka mata di hari ini adalah, saya bahagia. Saya
benar-benar bersyukur dengan segala hal yang saya punyai saat ini. Allah
benar-benar melimpahi berkah yang saya tidak mungkin bisa menghitung-hitung
sampai begitu detail. Itu masih ditilik dari beberapa hal besar yang saya
rasakan. Belum hal-hal besar lainnya, yang seringkali luput dari pandangan dan
rasa di dalam hati. Misalnya, bernapas, bisa tidur di kasur empuk, terlindung
dari paparan sinar matahari langsung maupun hujan, memiliki tempat tinggal yang
nyaman, memiliki pakaian yang cukup, air yang melimpah, berselimut ketika
hujan, memiliki tangan yang utuh dan berfungsi, sehat lahir batin dan segala
sesuatu yang dibutuhkan seakan-akan selalu ada. Apalagi yang bisa disampaikan
selain rasa syukur kepada Sang Pemilik Semesta? Alhamdulillah ala kulli hal.
Pagi ini, saya terbangun, dan di
luar ruang tidur, saya masih mendengar sayup-sayup percakapan. “Apakah mungkin
Papa belum tidur lagi, Sayang?” tanya saya pada janin yang ada di dalam
kandungan. Rasa khawatir sempat muncul di benak. Keadaan yang membuat beliau tidak
pernah tidur malam sering membuat saya was-was dengan kesehatan suami. Beliau
pernah memiliki riwayat kesehatan yang kurang baik. Oleh sebab itu, sering saya
khawatir jika pola hidup beliau bisa dikategorikan dalam pola hidup kurang
sehat. Dalam benak, saya langsung menghapus kekhawatiran. Bukankah semuanya
sudah diatur oleh Allah? Jika suami saya bekerja, dengan niat kerja mengais
nafkah untuk kami, pun untuk membantu ibuk dan bapak, semoga Allah berkenan
melimpahkan keberkahan kepada beliau. Mas suami adalah sosok pengayom,
pelindung, kekasih, yang sangat loyal dan totalitas. Beliau memang pilihanNya.
Dan saya tidak pernah kecewa dengan segala sesuatu yang dipilihkan olehNya.
Mas suami saya chat melalui
WhatsApp. Beberapa menit kemudian, beliau masuk ruang tidur, dan bermanja di
dekat saya. Hal paling saya sukai adalah bermanja ketika bangun tidur. Beliau
selalu bersikap ngalem alias childish, mengimbangi sikap saya ketika
masih baru bangun tidur.
Senyuman tidak pudar dari bibir
dan hati. Mas juga sempat menempelkan telinga beliau di perut saya, mendengar
gerakan buah hati kami. Sembari menutup mata, beliau khusyuk mendengarkan
tingkah si kecil. Tidak berapa lama, beliau mulai menyampaikan sesuatu.
“Adek apa sering merasa keju linu?”
“Adek merasa keju karena kekurangan air, Mas. Adek tidak doyan air mineral itu,”
jawab saya. Memang beberapa hari ini saya kurang minum air. Karena begitu
minum, tidak merasakan kesegaran, meski sudah dimasukkan ke dalam lemari
pendingin. Malah sering selepas minum saya langsung muntah. Hal itu berdampak
pada seluruh tubuh.
“Nanti Mas belikan air mineral
kesukaan Adek. Dan, kalsiumnya apa masih?”
“Masih. Dari bu bidan.”
“Itu diminum. Karena si kecil
mulai suka makan, ya?”
“Hehehe. Iyakah? Nanti Adek maem
yang banyak, ya?”
Kami pun tertawa bersama. Tidak
berapa lama, Mas dipanggil oleh pelanggan beliau. Beliau bangun, dan saya
bangun untuk salat. Mungkin terasa aneh percakapan kami di atas. Seolah-olah
Mas bisa berperan layaknya seorang bidan. Namun memang begitu beliau. Beliau
memahami ilmu, yang saya belum−atau bahkan tidak−ingin memelajarinya. Biarlah
beliau yang paham. Saya akan memelajari ilmu lain, yang menjadi pelengkap
beliau. Biidznillah.
Begitulah kami memulai hari ini.
Ibuk sudah mulai beraktivitas di dapur, sedangkan bapak sudah mulai
mengantarkan makanan buatan ibuk di warung-warung, dan karena baru saja, maaf,
muntah di kamar mandi ketika berwudu, saya memilih untuk di kamar, berkutat
bersama laptop dan menari bersama kata dan jemari. Suami saya masih bersama dua
pelanggannya, dan beliau dengan ceria memberi semangat kepada saya. Saya
tersenyum. Di dalam rahim, mungkin si kecil juga mulai menendang mamanya. Saya
sangat berterimakasih kepada Allah, sebab memberikan banyak sekali nikmat dan
rahmat, termasuk satu hari lagi untuk bernapas.
Tulungagung, 03 November 2020
Tulisan yang menarik. Mantab
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung, Ibu Muslikah. 😍
Delete