Kehangatan Debat Capres II, 2019
Debat Capres RI yang dilangsungkan hari ini, Minggu, 17 Februari 2019 masih
mengepul kehangatannya. Beberapa menit yang lalu debat itu baru saja rampung.
Saya mencoba mengamati beberapa status teman-teman di media sosial. Banyak yang
menyatakan bahwa ‘debat kali ini lebih seru dibandingkan sebelumnya.’ ‘Lebih
hidup.’ Serta, bisa dilihat bagaimana ekspresi beberapa orang dengan
kecondongannya masing-masing terhadap calon presiden dambaan mereka. Saya tersenyum,
tentu saja. Sebab jika diminta untuk membandingkan antara debat yang saya ikuti
hari ini dengan debat pertama kemarin, jujur saya tidak bisa. Alasannya
sederhana, saya tidak mengikuti debat tersebut (sebab alasan teknis dan belum
menonton tayangan ulang secara utuh). Hanya mendengarkan ulasan-ulasan dari
kubu masing-masing.
Saya sendiri, dengan subjektivitas saya sebagai audiens dapat digolongkan
menikmati even istimewa Indonesia kali ini. Masing-masing paslon tidak
diperkenankan membawa atribut apapun. Juga, beliau-beliau tidak diberikan
kisi-kisi (seperti yang terjadi sebelumnya). Sehingga, katakanlah, rasanya
seakan lebih natural.
Ketika pasca debat masih berasap, seperti baru saja dikeluarkan dari
tungku, sedang hangat-hangatnya, salah satu sahabat saya, Mbak Zuraida
mengirimkan sebuah berita yang berisi tentang adanya ledakan di luar gedung
pelaksanaan debat. Ledakan itu bermuara dari mobil Fortuner putih. Menurut
Liputan6, isinya hanyalah petasan. Namun, saya sendiri menyanyangkan. Apakah sejenis
itu merupakan sebuah pengalihan issue saja? Ini hanya sebuah
asumsi saja bagi saya. Belum menduduki sebuah berita dan masih membutuhkan
klarifikasi lebih lanjut. Sebab, tidak mungkin jika ledakan itu terjadi tanpa
motif. Pasti ada ‘sesuatu’ yang menggerakkannya. Tetapi, Irjen Gatot Eddy
Pramono selaku Kapolda Metro Jaya menghimbau warga untuk tenang, sebab itu
hanyalah petasan. Meski begitu, dari video yang diunggah menunjukkan bahwa
ledakan dari petasan itu cukup mengagetkan.
Debat kali ini, dalam perspektif saya, skor unggul dipegang oleh capres no.
1, Ir. Joko Widodo. Mulai sedari awal terkait menjabarkan tentang visi misi,
menjawab pertanyaan dengan tiga tema (infrastruktur; energi dan pangan; SDA dan
lingkungan hidup) dan sebuah video serta kasus yang disuguhkan, beliau berhasil
menguasai dan menghadirkan data-data yang dibutuhkan. Dalam menjawab pertanyaan
terakhir dari paslon no. 2 pun tampak tidak tergagap. Beliau dengan luwes,
karena menguasai medan dan lapangan (teori dan praktik), dengan mudah dan
gamblang mampu menyediakan semua data dan menembakkan amunisi yang sudah beliau
kumpulkan selama ini. Posisi beliau sebagai Presiden Republik Indonesia yang
sedang menjabat tentu saja memiliki peran signifikan dalam penguasaan materi dan
semua isu-isu negara. Hal ini menguntungkan paslon no. 1 untuk menduduki posisi
lebih unggul dibandingkan paslon no. 2.
Untuk paslon no. 2, cukup sering terumpan bidak oleh paslon pertama. Beliau
mencoba menyerang umpan, ternyata bidak itu membawa sang raja ter-skak. Yang paling
terasa adalah ketika paslon no 2, Bapak Prabowo Subianto menanyakan terkait
pembagian sertifikat tanah yang dilakukan oleh Bapak Jokowi terhadap masyarakat
Indonesia. Menurut Bapak Prabowo, strategi yang akan beliau canangkan menggunakan
azas UU No. 33 1945 pasal 2 dengan bunyi: “Pasal 33 UUD 1945.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Dengan lafaz yang beliau ucapkan
seperti itu, secara spontanitas saya menyimpulkan bahwa beliau dan tim, akankah
membentuk negara ini seperti yang telah dilakukan oleh rezim Orba? Seluruhnya dikuasai
dan dikelola oleh negara. Cukup ketar-ketir juga. Akan tetapi, ini sekali lagi
masih sebatas prediksi yang sangat dangkal dan membutuhkan sebuah klarifikasi
kembali. Bapak Prabowo juga menanyakan tentang langkah strategis Bapak Jokowi
untuk mengatasi akar lingkungan agar tercipta lingkungan yang sehat. Dalam hal
ini, Bapak Prabowo menyampaikan bahwa kelak, beliau akan menindak tegas
perusahaan yang tidak mematuhi peraturan. Sebab selama ini masih ada
kongkalikong antara perusahaan dan pejabat, sehingga rakyat menjadi korbannya.
Dengan tangkasnya, Bapak Jokowi memberikan skak kepada Bapak Prabowo. Bahwa
ada sekitar sebelas perusahaan yang dikenai denda sebanyak Rp18,1 Triliun sebab
pelanggaran yang merugikan masyarakat. Itu adalah wujud bahwa beliau pun dengan
tegas memberikan hukuman kepada mereka yang tidak mematuhi peraturan.
Selain hal tersebut, Bapak Jokowi juga membuka kartu Bapak Prabowo sebab
beliau dipancing terkait sertifikasi tanah milik rakyat. Dikatakan oleh Bapak
Prabowo apa gunanya sertifikasi tanah untuk rakyat? Dijawab oleh Bapak Jokowi,
bahwa itu sebenarnya adalah daya produksi yang meningkat di tengah-tengah
masyarakat. Ketika itu, Pak Prabowo menyatakan bahwa kelak, ketika zaman
beliau, tanah akan dikuasai, dikelola oleh negara dengan dalil UU 1945 No. 33
pasal 2. Tiba-tiba, Bapak Jokowi menyampaikan bahwa tanah milik Bapak Prabowo
dengan luas sekitar 220.000 hektar di Pulau Borneo dan lebih kurang 100.000
hektar di Sumatra, akankah rela dikelola oleh negara? Saya cukup terbelalak mendengar
aset beliau itu. Sebagai pemanis di kalimat terakhir Pak Jokowi, beliau juga
membubuhkan “Pembagian tanah seperti itu (seluas tanah Pak Prabowo) tidak akan
terjadi di pemerintahan saya.” Saya terhenyak. Tambahan skor untuk Pak Jokowi.
Pada akhir debat, beliau berdua mendapatkan kesempatan untuk menutup dengan
kalimat pamungkas. Pak Jokowi menutup dengan menyapa para audiens sebagai ‘rakyat
Indonesia’. Hal ini menarik. Ada sebuah probabilitas karena beliau menempatkan
posisi sebagai presiden RI, atau ada sesuatu di balik pemilihan diksi tersebut.
Akan lebih rinci jika hal ini dikaji menggunakan kacamata Critical Discourse
Analysis. Sebab cukup berbeda dengan sapaan yang digunakan oleh Bapak
Prabowo dengan menggunakan terma ‘sahabatku semuanya’. Pendekatan yang
dilakukan oleh Pak Prabowo di sini, ditilik dari social distance yang
dibangun lebih menghadirkan kedekatan dibandingkan dengan Bapak Jokowi. Namun bukan
hanya itu saja. Ini masih soal sapaan. Ada banyak hal yang perlu digali sebelum
menyimpul seluruh informasi.
Dalam pernyataanya, Bapak Jokowi menyatakan bahwa Indonesia ini negara luas
dan besar. Membutuhkan banyak keberanian dan ketegasan untuk mengelola negara
dengan kebesarannya. Beruntung beliau meniti karir politik dari mulai menjadi
seorang walikota, kemudian gubernur dan sekarang menjabat menjadi seorang
presiden. Tidak pernah ada sesuatu yang Bapak Jokowi takutkan untuk mengelola
negeri ini, demi kesejahteraan rakyat, kecuali Allah Swt. Kemudian, Bapak
Prabowo mendapatkan kesempatannya. Memang apa yang dilakukan oleh Bapak Jokowi
baik. Namun beliau dan tim memiliki falsafah dan strategi yang berbeda dari
Bapak Jokowi. Yakni merujuk kepada UU 1945 No. 33 terkait otoritas negara
adalah yang tertinggi. Dalam statement terakhir pun beliau juga
menyatakan sesuatu yang cukup menggelikan. Yakni “tanah milik saya, silakan
dikelola dan diambil oleh negara. Akan tetapi, daripada dimanfaatkan oleh
asing, lebih baik saya kelola sendiri.” Saya tepuk tangan dengan pernyataan
beliau. Mengutip dari kalimat Mbak Zuraida (di jeda debat, kami berdiskusi
melalui chat), dikiranya kalimat Bapak Prabowo sudah menggapai titik, ternyata
ada kelanjutannya.
Dari keberlimpahan data, fakta-fakta, dan amunisi yang dimiliki Bapak
Jokowi lebih kaya dibandingkan oleh Bapak Prabowo. Selain itu, debat kedua kali
ini juga menjadi sebuah momentum bagi Bapak Jokowi untuk menunjukkan program
kerja beliau yang selama ini sudah beliau kerjakan dengan pembangunan
infrastukturnya yang gila-gilaan. Misalnya Freeport yang sekarang 51% sahamnya
telah dikuasai oleh Indonesia. Padahal sebelumnya hanya 4% saja. Pembangunan akses
konektivitas untuk memperlancar produksi masyarakat, pembangunan tol dan
sebagainya. Saya mengakui bahwa Bapak Jokowi memang memberikan dedikasi dan
kerja nyata dalam kurun jabatan beliau selama lima tahun ini. Meski begitu,
saya tidak hendak mendewakan Bapak Jokowi. Sebab, beliau sendiri menyatakan
bahwa beliau adalah manusia biasa dengan keterbatasannya. Tentu ada minus poin
dalam diri beliau.
Momentum ini menjadi sebuah ajang yang kurang menguntungkan bagi Bapak
Prabowo. Bagaimanapun, Bapak Jokowi telah bergelut dengan Indonesia berserta
programnya selama masa jabatan beliau. Dari sini saja, sudah jelas kalah
pengalaman dan realisasi Bapak Prabowo. Dan, saya pribadi tidak terlalu setuju
dengan beberapa program kerja yang ditawarkan oleh beliau dan tim. Sebab jika
sentralisasi masyarakat dipusatkan kepada negara, di mana tempat inovasi
masyarakat berada? Terlebih, saat ini adalah zaman Revolusi Industri 4.0.
Andaikata seluruh hal, mulai dari tanah, pengalokasiannya dan pengelolaanya
dipusatkan sepenuhnya oleh negara, benarkah negara mampu membangun Indonesia
dan membawa Indonesia untuk be ready and steady to compete globally?
Baiklah, hanya demikian yang mampu saya ulas. Jika ada yang belum tepat,
kritik dan saran dari Pembaca, sangat disilakan. Semoga bermanfaat. Semoga Indonesia
digenggam oleh pemimpin yang berdikari dan amanah. Semoga rakyat Indonesia juga
semakin hari semakin meningkat kualitas SDMnya, sehingga siap bersaing dengan
asing. Salam.
12:29 AM
Comments
Post a Comment