Entok Penyambung Rupiah
"Huuu, huuu, huuu," tangis seorang anak kecil berusia lima tahun. Gadis kecil itu mengusap-usap wajahnya yang sudah penuh dengan air mata dan ingus yang membaur. Tubuhnya kotor berbalut gaun merah muda yang kumal. Sembari terus menangis, ia duduk di atas gundukan tanah halaman sebuah rumah sederhana. Kakinya yang telanjang memancal-mancal.
"Di mana Rambo, Mak?" ratapnya kembali.
Tak jauh dari si kecil, seorang wanita muda yang memakai kaos oblong lengan tiga perempat, plus rok levis pudar dan sebuah kerudung yang hanya disampirkan, melilit menutupi kepalanya tampak membenahi kayu bakar yang kemarin sore baru saja dipotong-potong oleh suaminya. Dia tampak tidak begitu acuh pada anak kecil yang memanggilnya mak.
"Maaak, huuu," tangisan si kecil semakin menjadi. Nining, sang wanita itu menoleh. Tangannya menaruh kayu-kayu yang beberapa berserak dan beberapa sudah rapi tersebut.
"Lili putriku," ucap Nining pada si kecil.
"Bapak dan ibu kesulitan untuk memelihara banyak entok. Jagungnya harus banyak. Entok suka makan, kan? Kaya Lili. Nanti kalau jagungnya cuma dikasih entok, Lili mau maem apa?" ucap Nining kepada putrinya.
"Tapi.. hik.. menga..pa.. hik.. ha..rus Ram..boo, Maak, huuu..." tangis Lili kembali. Memang tadi Nining sudah meminta dan membujuk Lili diam. Tapi putrinya itu tidak mau diam. Malah semakin menjadi. Jadi sembari mengawasi, Nining melanjutkan pekerjaannya, menata kayu bakar agar tidak kehujanan nanti malam.
"Kau tahu, kan kalau Meme bertelur banyak sekali? Lihatlah, Nduk. Yuk sama Mamak lihat kandang Meme. Mau?" bujuk Nining. Lili mereda. Ia masih terisak-isak. Jemari mungilnya yang kotor mengusap matanya.
Dua anak beranak itu mendatangi sebuah kandang di samping rumah. Sembari digendong oleh Nining, Lili melihat seekor entok betina sedang mengerami telurnya. Telurnya tidak tampak. Namun ada beberapa yang tersembul, luput dari tubuh si entok.
"Itu telurnya, Mak? Nanti menetas ya Mak?" tanya Lili.
"Iya, sayang. Kata Rambo waktu kecil dahulu lo. Warnanya kuning, kecil dan lucu seperti Lili," ucap Nining sembari mencubit hidung putrinya.
"Hihihi, Lili mau, Mak. Nanti Rambonya biar banyak ya Mak. Lili bisa main sama Rambo buanyak," celoteh Lili sembari tangannya membentuk lingkaran besar ketika mengucapkan kata banyak.
"Sekarang, Lili mandi ya. Mmm, baunya sudah kaya Meme, hihi," ujar Nining.
"Hiii, Lili bau, Mak?" tanya anak kecil itu.
"Iya. Biar wangi, Lili mandi ya cantik," ucap Nining.
Dengan cekatan, Nining menyiapkan Lili untuk mandi. Sebuah bak besar ia lentangkan di dalam kamar mandi. Sembari menunggu Lili melepas bajunya, Nining mengambil sabun, gayung, juga tak lupa bebek karet pemberian kakak Nining.
Gadis mungil itu segera menceburkan diri di dalam bak yang sudah disiapkan oleh ibunya.
"Rambo, aku akan menangkapmu!" celoteh Lili.
Sebuah senyuman terbit di bibir Nining. Hatinya tercekat.
Maafkan Mamak ya, Nduk. Rambo, entok jantan harus Mak jual. Uang Mak habis. Untuk belanja beberapa hari kedepan, hasil penjualan entok cukup. Semoga entok-entok yang dierami Meme segera menetas. Kau tentu juga tahu. Bapak Ibumu adalah petani. Jadi hanya punya beras dan beberapa hasil sayur. Namun ini pas memang tidak ada uang sepeserpun. Terpaksa, entok jantan harus kami jual.
"Cuiii, byuuurrr... Yee, Rambo menang! Rambo menang!" pekik Lili.
"Sekarang Nona Lili yang kalah, hihihi," sambut Nining dengan menggelitik perut putrinya.
"Hahahaha, Mamaaak.. sudaah.. hahahahaa.. Mamaaakk.. sudaah Mamak.. hahahahaa..," teriak Lili.
"Di mana Rambo, Mak?" ratapnya kembali.
Tak jauh dari si kecil, seorang wanita muda yang memakai kaos oblong lengan tiga perempat, plus rok levis pudar dan sebuah kerudung yang hanya disampirkan, melilit menutupi kepalanya tampak membenahi kayu bakar yang kemarin sore baru saja dipotong-potong oleh suaminya. Dia tampak tidak begitu acuh pada anak kecil yang memanggilnya mak.
"Maaak, huuu," tangisan si kecil semakin menjadi. Nining, sang wanita itu menoleh. Tangannya menaruh kayu-kayu yang beberapa berserak dan beberapa sudah rapi tersebut.
"Lili putriku," ucap Nining pada si kecil.
"Bapak dan ibu kesulitan untuk memelihara banyak entok. Jagungnya harus banyak. Entok suka makan, kan? Kaya Lili. Nanti kalau jagungnya cuma dikasih entok, Lili mau maem apa?" ucap Nining kepada putrinya.
"Tapi.. hik.. menga..pa.. hik.. ha..rus Ram..boo, Maak, huuu..." tangis Lili kembali. Memang tadi Nining sudah meminta dan membujuk Lili diam. Tapi putrinya itu tidak mau diam. Malah semakin menjadi. Jadi sembari mengawasi, Nining melanjutkan pekerjaannya, menata kayu bakar agar tidak kehujanan nanti malam.
"Kau tahu, kan kalau Meme bertelur banyak sekali? Lihatlah, Nduk. Yuk sama Mamak lihat kandang Meme. Mau?" bujuk Nining. Lili mereda. Ia masih terisak-isak. Jemari mungilnya yang kotor mengusap matanya.
Dua anak beranak itu mendatangi sebuah kandang di samping rumah. Sembari digendong oleh Nining, Lili melihat seekor entok betina sedang mengerami telurnya. Telurnya tidak tampak. Namun ada beberapa yang tersembul, luput dari tubuh si entok.
"Itu telurnya, Mak? Nanti menetas ya Mak?" tanya Lili.
"Iya, sayang. Kata Rambo waktu kecil dahulu lo. Warnanya kuning, kecil dan lucu seperti Lili," ucap Nining sembari mencubit hidung putrinya.
"Hihihi, Lili mau, Mak. Nanti Rambonya biar banyak ya Mak. Lili bisa main sama Rambo buanyak," celoteh Lili sembari tangannya membentuk lingkaran besar ketika mengucapkan kata banyak.
"Sekarang, Lili mandi ya. Mmm, baunya sudah kaya Meme, hihi," ujar Nining.
"Hiii, Lili bau, Mak?" tanya anak kecil itu.
"Iya. Biar wangi, Lili mandi ya cantik," ucap Nining.
Dengan cekatan, Nining menyiapkan Lili untuk mandi. Sebuah bak besar ia lentangkan di dalam kamar mandi. Sembari menunggu Lili melepas bajunya, Nining mengambil sabun, gayung, juga tak lupa bebek karet pemberian kakak Nining.
Gadis mungil itu segera menceburkan diri di dalam bak yang sudah disiapkan oleh ibunya.
"Rambo, aku akan menangkapmu!" celoteh Lili.
Sebuah senyuman terbit di bibir Nining. Hatinya tercekat.
Maafkan Mamak ya, Nduk. Rambo, entok jantan harus Mak jual. Uang Mak habis. Untuk belanja beberapa hari kedepan, hasil penjualan entok cukup. Semoga entok-entok yang dierami Meme segera menetas. Kau tentu juga tahu. Bapak Ibumu adalah petani. Jadi hanya punya beras dan beberapa hasil sayur. Namun ini pas memang tidak ada uang sepeserpun. Terpaksa, entok jantan harus kami jual.
"Cuiii, byuuurrr... Yee, Rambo menang! Rambo menang!" pekik Lili.
"Sekarang Nona Lili yang kalah, hihihi," sambut Nining dengan menggelitik perut putrinya.
"Hahahaha, Mamaaak.. sudaah.. hahahahaa.. Mamaaakk.. sudaah Mamak.. hahahahaa..," teriak Lili.
Comments
Post a Comment