Cukup Sehari, Kalian Membuatku Jatuh Hati, Komunitas Muara Baca
Hari ini sungguh istimewa. Alhamdulillah, si fakir ini berkesempatan untuk hadir dalam sebuah forum pengkajian sejarah Bung Karno bersama sejarawan yang sangat kaya keilmuannya. Juga menguak pemikiran Bung Karno bersama pustakawan Perpustakaan Bung Karno dan teman-teman Muara Baca, Forum Lingkar Pena dan beberapa komunitas lainnya. Ditambah, telinga saya menangkap beberapa orang bahkan setiap dari mereka mengucapkan salam yang masih baru bagi saya, yakni 'rahayu'.
Selain agenda diskusi, acara hari ini dilanjutkan dengan agenda pentas seni, budaya dan sastra bersama mereka, orang-orang yang luar biasa.
Pada agenda pertama, yakni Dialog Kebangsaan: Sukarno ing Sastro, Kembalinya Bapak Bangsa, ada banyak sekali rangkaian huruf yang tercatat. Jumlah pembicara ada tiga. Ketiganya membahas masing-masing bagiannya secara padat dan berisi. Bapak Budi membahas tentang tema, biografi singkat, juga menguak pemikiran-pemikiran Bung Karno dalam bernegara. Saya mendapatkan banyak nilai-nilai. Salah satunya adalah tentang kepedulian sosial dan sesama.
Kedua, bersama seorang eyang kakung. Telinga saya menangkap nama beliau adalah Mbah Gudel. Meski sudah sepuh, saya ternganga takjub dengan keilmuan beliau yang sangat kaya. Beliau memang sejarawan. Pengetahuan beliau tentang sejarah benar-benar memukau. Bahkan beliau juga memetakan berapa kurun waktu sebuah negara mampu berdigdaya. Tahun dan setiap nama yang bahkan berisi nama Holland, beliau sangat hapal. Beliau juga begitu antusias terhadap komunitas Muara Baca. Sebab, dawuhipun beliau, muara dari membaca itu apa? Menulis. Minimal menulis catatan dari apa yang dibaca.
Pembicara ketiga juga tak kalah menariknya. Bapak Habib membahas tentang kumpulan artikel Bung Karno yang mengkritik tentang kemunduran Islam, dengan tajuk Islam Sontoloyo. Menarik memang apa yang beliau paparkan. Karena memiliki kumpulan beberapa serpih pengetahuan tentang Islamic Studies, cukup memantik penulis untuk mengusung tema ini sebagai bahan diskusi.
Dialog pun terjadi dengan asyik dan menawan. Banyak dari audiens yang memberikan pertanyaan-pertanyaan segar tentang kegelisahan mereka. Ketiga pemateri juga menjawabnya dengan gamblang dan luar biasa. Pertanda bahwa isi otak mereka adalah bahan bacaan yang banyak.
Setelah sesi pertama selesai, peserta pun keluar. Mereka, beberapa peserta lain ada yang saya kenal. Kami saling menyapa. Selain itu mereka yang masih terasa asing juga sangat welcome dengan kedatangan new comer dalam komunitas mereka. Saya merasa nyaman dengan saudara-saudara baru tersebut. Bahkan, saya langsung dibaiat untuk bergabung bersama komunitas Muara Baca. Terima kasih saya mengucapkan untuk mereka semua.
Setelah sesi pertama usai, saya pulang. Bada Isya, segera saya kembali ke Amphitheater Perpustakaan Bung Karno. Ada kisah yang menyebalkan di balik keberangkatan itu. Bukan karena bannya yang kempes. Melainkan ketika sudah tiba di sana, saya bingung harus menghubungi siapa. Alhasil seorang pemuda yang sangat akrab di dunia maya, dek Sulkhan Zuhdi saya minta untuk menjemput. Ya, hal menyebalkan karena saya datang sendiri tanpa teman. :D Setelah dia menjemput, saya pun bergabung dengannya dan seorang temannya. Kami terhanyut oleh pentas seni sastra yang dimainkan oleh para peserta.
Dahulu saya tidak memahami itu semua--meski bukan berarti sekarang saya sudah sangat mafhum. Bahkan sempat mengerdilkan, 'lebai'. Astaga, saya benar-benar harus insaf. Karena dibalik puisi-puisi yang disuguhkan peserta memiliki konten kepedulian sosial yang mendalam. Bukan saya mengklaim diri saya sok aktivis atau sok peduli sosial. Namun memang, realita yang saya hadapi sedang dilanda degradasi peduli. Lebih menekan kepada kepentingan individu dan golongan.
Saya juga sangat tertarik pada beberapa puisi yang disampaikan oleh beberapa peserta. Misalnya saja dari senior kami, Mbak Mega. Mbak Mega mengalunkan puisi sesuai dengan emosi penonton. "Jika kau mau berbicara, majulah! Jangan bersembunyi di balik gelap! Logika omong kosong!"
Apresiasi yang luar biasa untuk beliau. Sebab beliau benar-benar impromptu dan berhasil memadukan pesan juga keadaan penonton.
Selanjutnya ada juga seorang pemuda, tampaknya dia adalah aktivis. Semua rapi, hanya rambutnya yang panjang dikuncir. Isi puisi beliau benar-benar memukau. Luar biasa. Tampaknya memang dia pengamat sosial dan politik yang baik.
Selepas itu, acara usai pukul sembilan malam. Dek Sulkhan, Ilham dan saya berkumpul dengan teman-teman Forum Lingkar Pena Blitar dan juga Komunitas Muara Baca. Kami bersalaman, ngobrol dan sebagainya. Saya sangat suka dengan rasa persaudaraan yang erat dan memang mereka menerapkan nilai-nilai persatuan yang mereka lantunkan dalam sajak-sajak sastra yang mereka buat.
Hari ini luar biasa. Selain mendapatkan ilmu baru, komunitas baru, saya juga mendapatkan saudara baru yang luar biasa. Semoga jalinan ini memberikan manfaat.
Rahayu. :)
Comments
Post a Comment