Menikmati Perubahan

 


Mungkin, saya memang belum memahami peran sebagai seorang perempuan secara purna, sehingga mulanya, semuanya terasa begitu sulit. Melepaskan hobi, ambisi, cita-cita, kesenangan demi hal lain, rasanya tidak mudah. Saya harus berperang melawan diri sendiri untuk bisa menaklukan semuanya. Dan perang itu berlangsung lama. Saya terus berusaha mendialogkan semuanya, terus mencari cara agar saya bisa menerima, berdamai, dan mencari keseimbangan antara satu dengan lainnya. Rasanya tidak mudah. Bahkan saya harus membuat diri saya sendiri terluka. Namun apakah ada pilihan lain? Pilihannya hanya dua. Pertama menerima, legowo, ikhlas dan menikmati peran. Kedua adalah terus memprotes dan mungkin akan berujung pada ketidakterimaan terhadap keadaan. Tentu saja, saya harus memilih pilihan pertama. Saya harus mendidik diri untuk menerima, dan mensyukuri semuanya. Biarlah waktu yang menyembuhkan, dan membuat saya terbiasa menjalani peran yang luar biasa ini.

Menjadi ibu membutuhkan perjuangan yang sungguh luar biasa. Dimulai dari hamil muda, saya sudah mengalami morning sickness. Setiap pagi selalu merasakan mual parah, yang membuat saya tidak betah mencium bebauan menyengat. Karena mual tersebut, saya menjadi tipe pemilih dalam hal makan. Sehingga badan terasa sangat ringan pada saat hamil muda. Dampak yang saya rasakan adalah lemasnya fisik, dan tidak kuat menjalani kegiatan seperti sebelumnya. Karena fisik sudah lemah, maka dalam menjalani hobi, passion, pada saat itu, saya tidak kuat. Waktu hanya habis untuk istirahat, dan merebahkan badan. Terkadang, untuk membaca, rasanya pusing. Ada rasa sedih yang menjalar, meski saya juga sangat bahagia telah dititipi amanah terbaik menurut-Nya, yakni janin yang saya kandung.

Selepas trimester pertama usai, saya memasuki trimester kedua. Di trimester ini, saya mulai merasakan nikmatnya makan. Alhamdulillah, saya memiliki suami yang sangat sabar luar biasa dalam merawat saya. Beliau pun mengusahakan segalanya yang terbaik untuk saya. Mas suami selalu mengusahakan untuk membelikan apapun yang saat itu saya inginkan, asalkan saya doyan makan. Akhirnya keterusan sampai trimester ketiga, saya semakin suka makan. Mulai trimester kedua sampai ketiga, saya semakin sering merasakan lapar. Dan di trimester kedua, saya mulai bisa aktif kembali untuk mengajar, menulis, membaca, menerjemahkan jurnal, berorganisasi dan lainnya.

Memasuki trimester ketiga, saya mulai merasakan badan yang semakin berat. Rasa pegal, linu dan sebagainya begitu terasa. Saya mulai menurunkan kadar aktivitias di trimester ini. Sehingga mungkin, saya lebih suka sunyi, bergumul dengan hening, dan menonton konten-konten hiburan, untuk melupakan rasa luar biasa dalam badan. Saya mulai kembali menyepi, dan menarik diri dari aktivitas.

Mendekati HPL si kecil, saya mulai merasakan kontraksi. Alhamdulillah, Allah memberikan nikmat rasa itu selama empat hari. Sebab selama itu, setelah diperiksa, saya baru buka satu. Sehingga pada hari kelima, saya dibawa di rumah sakit, dan diberi obat drip. Alhamdulillah, Allah memudahkan prosesnya. Pukul 16.30 saya diberi suntik dan infus drip, pukul 20.15, si kecil terlahir.

Ketika rasa pegal sebab melahirkan masih kuat, pun rasa nyeri bekas luka jahitan masih segar, saya disibukkan dengan mengurus si kecil, new born baby yang mengharuskan stay on untuk menyusuinya satu jam sekali. Allah karim, pada kala itu, saya baru merasakan bagaimana menjadi seorang ibu. Bagaimana luar biasanya para perempuan yang menjadi seorang ibu. Tidak ada kata istirahat bagi seorang ibu. Segalanya, terpusat kepada si kecil. Fisik yang lelah, membuat saya melupakan sejenak segala ambisi. Bahkan saya siap dengan semua resiko yang harus saya hadapi kala itu. Yang terpenting, saya bisa istirahat, dan si kecil bisa tumbuh dengan baik.

Hari berganti, bulan berlalu. Si kecil memang tumbuh besar, sehat dan lucu. Alhamdulillah, Allah memberikan rasa kenyang kepadanya, meski dia hanya meminum ASI. Istilah saat ini adalah ASI eksklusif. Peran ibu memang luar biasa, masih ditambah dengan mengasuh, menjaga menu makan, menjaga kesehatan fisik dan mental, karena kesehatan mental juga sangat mempengaruhi produksi ASI. Akhirnya, saya harus melakukan apapun yang tidak terlalu menguras tenaga, dan terus bisa membuat saya bahagia. Saya bersyukur memiliki suami yang sangat pengertian. Beliau meminta saya untuk fokus kepada Zoya. Bahkan urusan mencuci baju, dan lainnya beliau lakukan. Saya bersyukur dengan keadaan itu.

Zoya semakin besar. Saya memang bisa istirahat lebih lama, dibandingkan ketika dia masih tahap new born baby. Saya bersyukur untuk itu. Namun, karena saat ini saya sudah menjadi seorang ibu, saya tentu akan mengusahakan yang terbaik untuknya dan berusaha kembali menata waktu, energi, fisik, untuk suami, anak, keluarga, dan passion. Meski mungkin sangat sulit, sebab saya tidak mungkin meninggalkan Zoya tanpa pengawasan, saya akan mengerjakannya sedikit demi sedikit. Meski mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya, sebab bukan lagi menjadi prioritas paling utama, semoga passion ini tetap bisa hidup dan menjadi jalan untuk mengabdi.

Kehadiran Zoya memang memberikan dampak luar biasa kepada hidup saya, akan tetapi, Allah memberikan pengajaran terbaik, memberikan hadiah terbaik melalui kehadirannya. Saya memang perempuan dengan ambisi tinggi, akan tetapi, saya adalah perempuan, saya seorang ibu.

Salam takzim luar biasa kepada seluruh ibu di dunia.

Comments