Multitasking
Sebagai seorang dosen, kaprodi, mahasiswi, ibu, istri dan putri, rasanya setiap hari terlewati dengan begitu cepat. Hari dimulai dengan membuka mata, jika sempat lanjut mempersiapkan rumah, jika tidak, kami meminta bantuan orang, sebab padatnya kesibukan antara saya dan suami. Selain itu, mengasuh Nduk pun, jika sempat, memandikan dan menyiapkan makan. Jika belum, saya pasrahkan sepenuhnya kepada ibuk. Untungnya, Allah berikan kesehatan kepada ibuk, sehingga Nduk diasuh oleh utinya sendiri.
Hari-hari berlalu dengan begitu cepat. Padatnya kegiatan dan tanggungjawab yang langsung turun bak air bah dari langit membuat saya benar-benar belajar untuk membagi waktu dengan baik.
Sebelumnya, sebagai seorang ibu rumah tangga yang full di rumah, hak dan kewajiban saya tunaikan dan saya bagi sendiri. Lelah pasti, sebab ibu rumah tangga bekerja 24/7 selama sepekan. Pun, ada riset membuktikan selelah apapun seorang wanita karier, akan lebih lelah ibu rumah tangga. Meski demikian, pada saat menjadi full mom, saya bisa sedikit lebih santai dan berleha. Akan tetapi, seusai bekerja di instansi impian saya, yakni kampus, Allah langsung berikan amanah sebagai kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris. Kemudian Plt. Kepala Language Training Center, kemudian beralih menjadi kaprodi D3 Bahasa Korea sekaligus Plt. Kepala LTC. Juga Prof. Rektor memberikan fully funded beasiswa untuk kuliah D3 Bahasa Korea. Nah, yang tadinya agak lambat berjalan, sekarang berlari dengan maximum speed.
Awal mulanya, saya ragu mengambil beasiswa yang diberikan Prof. Rektor. Ragu, sebab hobi saya bukan menonton drama Korea, melainkan hati saya sudah tertaut di China. Jajaran nama seperti Deng Wei, Dylan Wang, Wang Xingxu, Zhang Ling He, Gong Jun, Xu Kai adalah jajaran artis China yang sangat saya sukai. Drama Korea banyak sekali yang bagus, memang dunia drama diawali oleh Korea. Akan tetapi, saya terlanjur putar balik ke China. Namun demikian, tidak mungkin kan dengan konyolnya saya tidak mau karena tidak ada Deng Wei di Korea. Dengan mempertimbangkan pendapat suami yang green lamp, ibuk yang green lamp, saya berangkat kuliah lagi, D3. Niat saya hanya bismillahi, niat thalabul ilmi yang berkah maslahah. Tentang nantinya akan seperti apa, Allah yang tahu.
Seiring berjalannya waktu, saat itu saya masih Plt. Kaprodi Bahasa Korea sekaligus Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris, tiba-tiba ada yang menghubungi kantor administrasi universitas, nama beliau Pak Darma, seorang Ph.D yang saat ini mengajar di Sehan University, South Korea. Beliau menanyakan tentang perkembangan prodi Korea dan lainnya. Sebab saat itu saya Plt. Kaprodinya, maka saya yang menghubungi beliau langsung. Dan semua kisah ini dimulai dari kejadian itu. Bagian ini akan saya kisahkan sendiri sebab Darma Ssaem ini bagi saya, posisinya sebagai mentor, dosen, tokoh panutan, pembimbing, guru, bestie, dan sebutan-sebutan lainnya. What I highlight here is, he's more than special in mentoring me for advancing us, our department and university. Billion thanks.
Sebagai kaprodi yang bekerjasama dengan dosen profesional-international standard, sekaligus mahasiswa yang diajar oleh dosen sekelas Ph.D., tentu saya tidak akan berharap untuk bersantai ria di kelas, bukan? Tugasnya tidak banyak, ringan saja karena beliau menyesuaikan dengan speed mahasiswanya. Apalagi saya dan beberapa kawan baru saja mengenal huruf Hangeul. Sehingga membacanya tak ubahnya anak TK yang baru belajar membaca. Namun, melihat speed mahasiswa yang beliau bawa, yang bahkan banyak yang sudah bekerja di Negeri Ginseng tersebut membuat saya yang belum bisa apa-apa ini terlecut dan terpacu untuk belajar. Memang kalah start, tapi saya akan menerapkan no excuses, titik. Semua butuh diperjuangkan, termasuk belajar, niat tirakatan.
Dengan tuntutan-tuntutan yang tidak sedikit itu, terkadang saya merasa sangat lelah. Namun kembali lagi, untuk apa saya mengeluh jika disediakan ladang jihad yang luas dan siap ditanami kebaikan. Dengan mengingat nasihat mas suami untuk selalu menikmati semua luka, perih, sakit, penat, atau segala jenis pain, maka sakit itu akan berganti nikmat. Jika sudah nikmat, apalagi yang dicari?
Meski demikian, yang masih menjadi PR saya adalah kurikulum belajar untuk kawan berjuang kami, Zoya. Sebagai wanita karier, saya tidak mau mengabaikan pendidikan anak. Sebisa mungkin, terpegang dengan baik, sekaligus ditirakati agar menjadi putri yang salehah.
Baiklah. Karena jam sudah menunjuk di angka 01.51, maka catatan ini saya tutup. Sampai bersambung di catatan selanjutnya.
Super sekali mbak
ReplyDeleteMbaaak, terima kasih sampun mampir siniii. Sehat selalu nggih Mbak Sitii ❤❤❤
Delete