Indahnya Menjadi Ibu

 


Beberapa hari ini, badan terasa sangat penat. Padahal mas suami sudah memberikan nasihat, yakni jangan sampai lisan ini mengeluh dan mengeluarkan kata sakit atau penat, sesakit maupun sepenat apapun itu. Sebab jika dikatakan baik secara batin maupun lahir, rasa sakit dan penat akan menumpuk-numpuk. Karena saya tidak mengindahkan pantangan beliau, alhasil, rasanya nikmat luar biasa.

Menjadi ibu adalah kesempatan untuk memborong pahala dari Allah, jika niat, tujuan dan cara yang dilakukan sesuai dengan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Bagaimana tidak? Ibu akan bangun lebih pagi, memastikan sarapan untuk keluarga tercinta. Kemudian, ibu akan membersihkan rumah yang dimulai dari menyapu, mencuci piring kotor, membersihkan debu perabotan, memberi makan peliharaan sampai mencuci baju, menjemur, melipatnya dan lain sebagainya. Pekerjaan ibu rumah tangga dimulai ketika ibu membuka mata, dan akan terhenti ketika menutup mata atau tidur. Oleh karenanya, menjadi ratu di rumah adalah pengalaman paling luar biasa yang pernah saya rasakan. Sebab itu, saya yakin pahalanya pasti tidak main-main, jika dilakukan dengan ikhlas lillahitaala. Pasalnya, untuk tiba di lillahiaala ini butuh training dan magang yang tidak bisa secara instan langsung bisa duduk di kedudukan para mukhlis. Sebab hati dan lisan ini masih jauh dari kata ikhlas. Ighfirlana.

Hal yang sering membuat saya sedih saat ini adalah, saya tidak memiliki waktu untuk diri saya sendiri. Saya benar-benar sudah bukan milik saya. Saya paham betul, Zoya akan tumbuh dan dia tidak selamanya menjadi balita yang bergantung kepada mamanya. Namun, terkadang rasa sedih muncul ketika saya tidak memiliki kesempatan untuk diri saya sendiri. Jangankan kesempatan. Untuk sekadar beristirahat saja, mungkin hanya waktu malam kesempatan untuk istirahat. Atau ketika mas suami menawarkan mengajak Zoya dan memberikan kesempatan untuk me time istrinya. Selain itu, saya tidak memilikinya. Saat mengingat hal ini, tidak jarang air mata tumpah ruah. Saat lemah dan sakit sepeti hari ini pun, tubuh ini tidak memiliki pilihan selain terus mengasuh dan menemani si kecil, sebab mas fokus bekerja, menafkahi kami sekeluarga.

Pikiran ini sepertinya muncul ketika saya benar-benar penat dan badan rasanya sakit semua. Biasanya, saya selalu berusaha memberikan afirmasi positif bahwa saya sangat mencintai putri saya. Saya pun paham, waktu begitu cepat berlalu. Ia akan tumbuh menjadi seorang gadis. Pun, siapa tahu Allah memberikan kesempatan kepada saya nanti, dari pintu yang tidak disangka. Dan saya selalu bahagia membersamai Zoya. Sebab saya begitu mencintai putri kecil yang pandai dan lembut hatinya itu.

Saya benar-benar bersyukur menjadi seorang istri dan ibu. Rasanya, bisa melihat dan berkesempatan untuk mengasuh anak langsung adalah kesempatan yang tidak dimiliki semua perempuan saat ini. Rasanya, dicintai dengan begitu gila oleh seorang lelaki yang baik akhlaknya juga bukan rezeki semua perempuan. Saya harus banyak bersyukur dan memohon ampun kepada Allah terhadap semua kesah dan keluh yang saya keluarkan terhadap ketentuan-Nya. Padahal, Allah sudah memberikan nikmat yang saya tidak akan pernah mampu menghitungnya. Pun, bukankah ‘Seandainya engkau tahu rencana yang Allah berikan kepadamu, niscaya engkau akan meleleh sebab jatuh cinta kepada-Nya.’ Sudah mengerti hal itu, ternyata hati dan lisan ini masih sering tidak menerima titah-Nya. Bukankah taat adalah ketika kita ‘sami’na wa atha’na’ tanpa bertanya mengapa dan untuk apa? Ya Rabb, ternyata tidak mudah. Semoga Engkau berikan pertolongan kepada kami untuk taat kepada-Mu.

Catatan ini sejujurnya saya buat untuk melepas beban yang menempel di hati, berikut mencari solusi dan biiznillah, melonggarkan pikiran. Allah sudah memilihkan tempat dan waktu terbaik untuk saya, dengan menjadi ibu dan istri. Allah berikan kesempatan untuk menyusui buah hati kami dua tahun penuh, alhamdulillah. Allah berikan kesempatan untuk menanamkan hal-hal paling dasar untuk Zoya. Allah berikan waktu kepada saya untuk membersamai Zoya kecil, agar ia diasuh langsung oleh madrasatul ula-nya. Bukankah ini hal yang sangat baik? Allah berikan pengalaman langsung. Oleh karena itu, duhai diri, menunduklah. Terimalah pilihan terindah-Nya terhadapmu. Apa yang baik menurut Allah, itu pasti baik menurutmu. Sedangkan apa yang baik menurutmu, belum tentu baik menurut Allah. Allah tahu sedangkan kamu tidak.

Jika penat, istirahatlah. Mintalah waktu kepada suamimu. Bukankah suamimu memintamu demikian? Jika sudah, didiklah anakmu dengan pendidikan dan kurikulum terbaik. Hilangkan pikiran-pikiran buruk. Banyaklah berzikir sebagaimana amalan yang dibekalkan oleh Sayyidah Fatimah r.a. Nikmatilah hidupmu, duhai diri. Terimalah qadarullah yang indah ini. Tujuanmu hidup apa selain mendapatkan cinta-Nya? Cinta-Nya sangat mungkin diraih melalui engkau menerima ketentuan-Nya, qada dan qadarullah, dengan keadaanmu saat ini. Jika tujuanmu sangat mungkin tercapai dari keadaanmu kini, lantas apa yang engkau risaukan? Bukalah cermin hatimu, duhai diri. Sepertinya ia kotor dan berdebu. Bersihkanlah. Mungkin engkau rindu disanjung manusia, padahal mereka tidak memberikan manfaat untukmu kecuali atas izin-Nya. Mungkin engkau rindu mendapatkan popularitas dari manusia, padahal populer di kalangan penduduk langit jauh lebih mulia dan kekal. Duhai diri, jika engkau berniaga, janganlah memilih merugi. Pilihlah untuk untung. Satu-satunya jalan untuk beruntung di dunia dan akhirat adalah, ketika engkau memilih berniaga di jalan-Nya, salah satunya melalui ikhlas, tawadu, menerima apapun takdir-Nya.

 

Comments