Sajak Penghilang Penat


 

Senja ini, badan saya terasa sedikit lebih lemas dari biasanya. Sembari menatap putri kecil kami yang baru sembuh dari sakit, saya tersenyum. Badan mungilnya masih lemas. Lidahnya mungkin masih pahit, sehingga dia urung untuk makan. Tidak mau makan. Ini adalah hari keempat sejak Zoya demam. Alhamdulillah, dia sudah berangsur membaik. Namun, keadaan saya sedang tidak baik. Mungkin karena begadang malam, jarang istirahat dan banyaknya waktu untuk Zoya, membuat tubuh sedikit lemah. Akhirnya kami berbaring di ruang tengah, sembari menonton serial Googoo Gaagaa di YouTube Kids.

Sejak tadi, saya dan mas suami saling berkirim pesan. Beliau mengantarkan salah satu temannya untuk mengambil foto. Kemudian, tidak lama beliau bilang akan segera pulang. Beberapa menit setelah pesannya terkirim, papa tiba. Beliau mengucapkan salam dengan senyuman manis dan ceria, seperti biasanya. Saya pun menjawab dengan senyum sumringah. Hanya saja tidak menyambut beliau di pintu, melainkan dari atas kasur. Putri kecil kami juga tidak lupa menyambut papanya. Dia merangkak, melihat papanya telah pulang.

Setelah memarkir motor, papa langsung masuk dan berbaring di tengah-tengah kami. Beliau tidak lupa untuk memeluk dan mencium saya yang terlihat kucal. Sembari dari bibirnya, saya mendengar beliau mengucapkan, “Terima kasih ya, Sayangku.”

Saya tersenyum. Saya benar-benar bersyukur memiliki suami seperti beliau. Allah Mahabaik, memberikan saya yang mudah rapuh ini seorang suami yang sangat lembut, pengertian dan sabar. Saya memeluk beliau sembari memejamkan kedua mata.

“Izinkan aku istirahat sebentar, Pa. Tubuh mama capai,” kalimat itulah yang keluar ketika papa menawarkan bahu untuk bersandar.

“Istirahat di dalam kamar ya, Sayang?” jawab beliau. Ketika melihat air mata menetes di sudut mata, papa langsung mengusapnya. Beliau kemudian melanjutkan, “Tidak perlu menangis. Sudah, bangun dan tidur di dalam biar bisa nyenyak.”

“Minta tolong mandikan Nduk ya, Sayang? Juga suapin. Sedari pagi belum makan nasi. Hanya beberapa potong roti. Juga jangan lupa berikan air minum.”

“Iya, pasti Papa pastikan Nduk kenyang nanti. Sayang istirahat dulu.”

“Nduk belum mau makan nasi, Sayang. Jadinya minum ASI seharian. Tubuh mama agak lelah. Tadi mengambil makan sebentar, ketika Nduk tidur, baru dua suap, dia terbangun.”

“Tidak apa-apa, Sayang. Ya sudah masuk kamar sekarang, ya? Tidak usah berpamitan. Biar Nduk sama Papa.”

“Inggih, Sayang. Terima kasih. I love you.”

“I love you more,” jawab beliau sembari mencium kening saya.

Ketika membuka pintu kamar, Zoya menatap tubuh saya yang tertelan pintu. Tidak lama kemudian, suara tangis pecah dari mulut mungilnya. Dia tahu, ketika mama masuk kamar, mama mungkin sedang bekerja, dan tidak bisa dia ajak bermain. Sayup-sayup saya mendengar papa yang mengajaknya mandi. Saya kemudian mengambil buku, karena saya tahu, mungkin lelah ini juga akan terobati ketika saya bisa nyandak buku. Namun, saya teringat, bahwa menulis adalah salah satu cara menghilangkan penat mental. Akhirnya, jadilah catatan ini. Sebuah catatan yang merekam betapa baiknya suami saya. Betapa menjadi orang tua begitu menyenangkan dan mungkin, cukup melelahkan. Sehingga saya bisa lebih banyak bersyukur, sebab Allah mengirimkan seorang teman hidup seperti papa. Juga agar tidak lupa untuk berbuat baik kepada kedua orang tua maupun mertua, sepanjang hayat.

Ah, hidup begitu indah. Saya tidak akan berhenti untuk terus memperbaiki diri, dan menikmati hari ini. Biarlah esok menjadi rahasia-Nya. Apapun yang terjadi, saya tidak pernah kecewa ketika menyandarkan segala perkara hidup kepada-Nya.

Terima kasih untuk hari ini, ya Allah ya Rahman ya Rahim.

 

Tulungagung, 30 Juni 2022

Comments