Selembar Syukur
Apa yang aku rasakan saat ini, terasa begitu lucu. Aku merasa sudah cukup
dengan diriku. Aku merasa segalanya sudah sangat cukup, sehingga tidak
menginginkan hal lain, atau apapun yang lain. Kesehatan yang Allah titipkan
padaku, suami yang sangat baik, yang begitu mencintaiku, perhatian dan
pengertian untukku, juga seorang putri yang cantik, yang senyumnya mampu
memudarkan segala penat dan lelah setelah seharian penuh merawatnya.
Aku merasa sangat cukup, ketika Allah memberikan tempat tinggal yang
nyaman, yang melindungi kami dari terik dan hujan. Aku merasa sangat cukup,
ketika Allah menyibukkanku untuk tumbuh dan berkembang dengan putriku, dengan
keluargaku. Waktuku sehari-hari hanya bersamanya. Sebab di sini, hanya
bersamaku, Zoya merasa aman, nyaman dan dekat. Bahkan, meninggalkannya sebentar
untuk mengajar saja, ketika dia melihatku dengan senyumnya yang sangat manis,
membuatku begitu merasa bersalah dan ingin segera memeluk serta mendudukkannya
di pangkuanku. Aku merasa lucu, sebab keadaanku ini. Sepertinya, aku mulai
mencandui Zoya, candu untuk selalu melihat dan mengawasinya.
Menjadi seorang ibu, benar-benar sebuah hal yang sangat indah. Aku tidak
berpikir sebelumnya, jika rasa yang Allah hadirkan begitu dahsyat. Aku bisa
melepaskan dan merelakan apapun, hanya untuk melihat senyum dan kebahagiaan
putriku. Dan semakin aku mencintainya, waktu terasa berlari amat cepat. Mengapa
Zoya begitu cepat tumbuh?
Saat ini, usianya sudah hampir tujuh bulan. Tanggal 09 November ini, ia
akan genap tujuh bulan penanggalan masehi. Padahal, baru kemarin aku
mendapatkan kabar bahwa aku sedang hamil. Baru kemarin, aku menggendongnya
kemana-mana di dalam rahimku. Dan baru kemarin, aku merasakan kontraksi dan
proses melahirkan yang sangat luar biasa. Sekarang, putri cantik itu sudah
tumbuh, dan menjadi seorang bidadari mungil yang menggemaskan. Bidadari kecil yang
selalu melihat ke arahku, ketika aku menjauh darinya. Dan tidak lama, suara
rengekan kecil akan datang darinya, memintaku untuk kembali mendekat, dan tidak
lagi menjauh darinya. Bidadari mungil, yang selalu meminum ASI-ku ketika
terbangun di malam hari, dan memintaku untuk menyusuinya, serta mendekapnya. Bidadari
mungil, yang menjadikanku candu untuk selalu memeluknya, merawatnya. Zoya, mengapa
bayi mungil itu begitu cepat tumbuh?
Butir bening rasanya mulai menetes, membentuk anak sungai, dan membasahi
pipi. Sepertinya, aku belum menjadi seorang ibu yang baik untuknya. Aku sering
mengabaikannya untuk kerja, dan aku sangat sering mengeluh. Maafkan ibumu, Nak.
Maaf jika aku belum bisa menjadi bidadarimu yang baik.
Ah Zoya. Mengapa waktu terasa begitu singkat? Ah iya, kita sedang hidup di
alam dunia. Bukankah di sini, kita sedang bermimpi? Dan suatu saat, kita akan
terbangun dari mimpi ini. Semoga Allah mempertemukan kita lagi di surga, Nak. Dan
menjadikanmu salah satu umat kebanggaan baginda Nabi Muhammad Saw., Amin.
Seorang ibu, akan selalu mendoakan kebaikan untuk putra-putrinya. Dan bagi
seorang ibu, doa-doa itu tidak akan membuatnya lelah, apalagi bosan. Justru dengan
mendoakan putra-putrinya, seorang ibu seakan-akan mendapatkan kekuatan yang
sangat luar biasa. Karena bagi seorang ibu, kebahagiaan putra-putrinya adalah
kebahagiaannya. Betapa beruntungnya aku memiliki kesempatan untuk merasakan
rasa yang sangat luar biasa ini.
Dahulu sekali, berdamai dengan keadaan ini rasanya begitu sulit. Paling sulit
memang berdamai dengan diri sendiri. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,
seiring aku menjalankan nasihat suamiku untuk selalu menikmati hidup, apapun
itu, selalu berhusnuzan kepada Allah, dan hanya memikirkan bagaimana Allah
memandang, serta tidak berlaku zalim kepada orang lain, maka hidup akan
bahagia. Ternyata, untuk menjadi bahagia, untuk menjadi mulia, tidak perlu
melalukan hal-hal yang menyulitkan. Cukup bersyukur, maka Allah akan
menambahkan nikmat-Nya, yakni hati yang lapang, pikiran yang jernih dan rasa
bahagia. Dan jika tidak mampu bersyukur, maka sungguh azab Allah amat pedih,
yakni hatinya sempit, dan selalu tersiksa dengan keinginan dirinya sendiri.
Ah, hidup, kadang, hidup memang begitu lucu. Saat ini, aku memang tidak
bisa terus berkutat dengan kesukaanku, yakni menulis dan membaca, karena
waktuku milik Zoya. Akan tetapi, bukan berarti aku meninggalkan menulis. Aku akan
tetap menulis, karena aku sudah mencintainya. Mana mungkin sesuatu yang
dicintai bisa ditinggalkan begitu saja? Dan apakah ada pamrih ketika sudah
cinta? Mau ada yang membaca, atau tidak, silakan saja. Tugasku hanya menulis,
masalah lainnya, biarlah takdir yang memilih pembacanya. Dan aku tidak
berdusta, bahwa ketika aku berkesempatan untuk menulis seperti ini, rasa
bahagiaku semakin bertambah. Meski memang, harus mengurangi waktu istirahatku,
namun aku menyukainya, aku rela sebab saat ini adalah jam istirahat Zoya, jadi
aku tidak mengabaikannya demi kesenanganku.
Menjadi ibu memang begitu luar biasa. Meski sudah larut, namun memasak demi putri kecilnya nanti pagi agar tidak kelaparan juga merupakan sebuah hal yang membahagiakan. Aku tahu, bahwa sebenarnya bisa memasak besok pagi. Namun Slow Cooker membutuhkan waktu empat jam untuk memasak, jadi aku memilih malam, ketika ia terlelap. Saat Zoya sudah bangun, ia sudah makan. Begitu asyik di dapur ditemani Drama China yang sedang kutonton, Kaisar Dong Hua, dan aku sibuk barbecuing. Ah, menyenangkan sekali. Alhamdulillah.
Tulungagung, 04 Nov. 21
Comments
Post a Comment