Renung Sebelum Tidur

Siapapun tidak akan mungkin mampu menghentikan detakan detik yang terus berlari. Terkecuali tentu saja Sang Pemilik waktu itu sendiri. Maka, apalagi yang bisa diperbuat oleh seorang hamba yang papa, selain meneguk dan menikmati tetes demi tetes guyuran sisa waktu yang diberi?
Hari ini, waktu menggiring saya untuk terus melakukan mobilitas. Seakan matahari baru saja terbit menyinari jagad raya dengan kedigdayaannya. Namun secepat cahaya flash pada kamera, malam kembali membentang.
Mengemas waktu memang sangat mengasyikkan. Namun pundi-pundi pikiran cukup tergoncang dengan hal unik yang waktu tawarkan.
Kemarin, saya masih putri kecil ibu dan bapak. Hari ini, saya telah menjadi gadis dewasa dengan usia 24 tahun. Pertanyaan-pertanyaan mulai hadir merayap, mengantre untuk dijawab. Kiranya, apa saja yang saya kerjakan selang 24 tahun hidup di dunia ini? Pelajaran apa saja yang bisa saya raup dan produksi kembali? Pencapaian apa saja yang sudah saya temui? Mimpi-mimpi apa yang masih perlu dicari? Potensi apa yang patut saya digeluti? Semua tanya, seolah menggentayangi.
Secepat itukah saya menjadi perempuan dengan usia 24? Baru-baru ini pertanyaan itu lumayan mengusik. Lantas bagaimana lagi bila memang seperti itu yang terjadi. Banyak di antara sahabat-sahabat saya telah berkeluarga. Tidak sedikit pula, sebagian dari mereka masih berjuang, berlarian menuju puncak impian. Juga, ada beberapa yang sudah berpulang. Atas apapun yang ada, maka tidak ada pilihan lain bagi saya untuk menerima dan menikmati hidangan hidup yang memang tersuguh di hadapan. Utamanya untuk hal-hal di mana saya tidak bisa meminta pilihan lain.
Ketika diri mulai mencoba menyelami selaksa samudra hidup, si papa ini mulai mengerti. Apapun yang Tuhan hadirkan adalah sesuatu terbaik dari yang paling baik. Bahkan, ketika Tuhan menghadirkan badai dalam hidup tidak mungkin tanpa alasan. Tentu Pembaca tidak lupa. 'Pelaut yang tangguh, tidak terlahir dari laut yang tenang.' Jadi, adakah alasan untuk tidak bersyukur atas semua nikmat yang Tuhan kirimkan kepada kita. Sebuah wujud cinta-Nya, cinta paling besar dan dahsyat yang selalu membanjiri kita. Namun sering kali, jiwa nun kerdil ini malah memilih untuk melupa, melupakan Dzat yang tidak mungkin tidak menghadirkan yang terbaik.
Maka, atas semua fasilitas yang Tuhan hadirkan, Tuhan bekali, Tuhan limpahkan untuk kita, tak patut jika tidak dimanfaatkan dengan sebaiknya. Ada orang arif yang pernah menasihati. "Mumpung dikasih umur panjang, semoga hidupnya bisa bermanfaat." Juga, Buya Hamka pernah membekali anak negeri ini dengan pesan beliau, yakni "Penindasan terkejam adalah jika pikiran cemerlang disembunyikan oleh tubuh yang malas." Juga, Imam Syafii pernah menyampaikan nasihat mutiara beliau tentang keutamaan berjuang dengan ilmu. "Manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang."
Menjadi sibuk memanglah cita-cita saya. Pun saya masih tetap menggenggam mimpi untuk bisa mencicip ilmu dan bermusafir ke negeri yang jauh, meninggalkan kampung halaman demi ilmu. Sebagaimana yang telah dicontohkan para 'alim ulama.
Catatan ini sebenarnya merupakan kepingan kegalauan si penulis. Saya memang sedang sibuk mengejar materi saat ini. Namun jiwa takut jika ia kehilangan esensi dalam hidup. Ada sebuah raungan yang mencacah ketika membaca dan menulis tak lagi menjadi bagian dari hari.
Semoga detik yang tersisa mampu menggemakan kebaikan, kemanfaatan bagi sesama. Dan, semoga mendapatkan pengakhiran terindah dalam hidup yang singkat ini, bagi Pembaca dan saya sendiri. Amin.


Di kamar, 13 Maret 2019

Comments

Post a Comment