Self-Healing
Saya benar-benar bersyukur memiliki kesempatan untuk
menulis kembali. Jika kemarin belum sempat, atau memang tidak menyempatkan, maka
pada kesempatan yang baik ini, saya ingin mencurahkan beberapa ihwal yang belum
terekam beberapa waktu yang lalu.
Suatu malam, tepatnya beberapa malam yang lalu, saya
tidak bisa memejamkan mata. Sempat terpikirkan beberapa hal yang memang
mengganggu pikiran. Sebenarnya problem yang dihadapi sangat sederhana. Hanya
saja, sebab saya jarang bermuhasabah, jarang berbicara dengan diri sendiri
melalui tulisan, akhirnya hal tersebut benar-benar mengganggu. Saat saya
menangis pun rasanya semuanya buntu, sebab dengan menangis, masih belum
berjumpa arah mana dan bagaimana cara menyelesaikan problem tersebut.
Syukur alhmadulillah, suami saya adalah orang yang
sangat sabar. Allah kirimkan beliau sebagai pasangan saya, sebab setelannya
memang begitu. Beliau yang paling pas menghadapi orang dengan tipikal seperti
saya. Ada kalanya papa sangat sabar dengan sifat keras dan manja saya. Ada
kalanya pula, papa sangat tegas, terutama jika menyangkut saya, si kecil dan
kehidupan kami. Pada saat saya sedang buntu, beliau hadir, memeluk, mendekap
dan menawarkan kehangatan, kemudian beliau nasihati saya. Tidak lupa, beliau
meminta saya berwudu terlebih dahulu agar lebih tenang dan rileks sehingga
saran dan masukan yang beliau berikan bisa tersampaikan.
Saya berterima kasih kepada papa, sebab beliau sabar
menghadapi saya. Saya mengatakan kepada beliau, jika saya lelah, sangat lelah.
Lelah fisik dan batin benar-benar membuat hati penat. Mungkin saya butuh
mengundang tukang pijat, agar minimal lelah fisiknya bisa terobati. Dan juga,
saya ingin kembali berkutat dengan tulisan. Sebab sebagaimana yang saya
pelajari sejak awal, self-healing terbaik adalah menulis. Dari menulis, saya bisa
merapikan pikiran yang berantakan. Mencoba menatanya, mengklasifikasikan
problem, kemudian mencari jalan keluarnya. Juga dari menulis, ada perasaan lega
setelah menuangkan segala hal dalam kata. Terkadang, kita memang membutuhkan
pendengar. Dan kata adalah pendengar yang baik, sebab ia adalah refleksi diri
kita. Kata akan diam, menyimak saat kita menuangkan seluruh kesah dan keluh,
kemudian ia akan memberikan saran terbaik yang terekam dari pikiran kita.
Setelah hati lebih tenang, saya menyampaikan kepada
papa, jika self-healing terbaik saya adalah menulis. Jika sudah jarang menyentuh
laptop dan menuangkan kata, maka sangat mudah terjadi kekacauan pikiran. Sebab problem
demi problem yang berdatangan tidak segera dirapikan dan didokumentasikan dalam
bentuk kata. Beliau pun menjawab, bukankah selama ini sudah beliau berikan
kesempatan untuk menulis dan membaca. Memang. Namun, perkara mengasuh balita
terkadang menyita waktu. Terlebih, ketika kita baru menyentuh laptop, si kecil
penasaran dengan apa yang dilakukan mamanya. Meskipun saya pernah memintanya
untuk bermain dengan laptop satunya, ia tetap ingin mencoba apa yang dilakukan
oleh mamanya. Mungkin, saya sendiri problemnya sebab kurang telaten dengan
keadaan si kecil yang membutuhkan didikan berulang-ulang agar mafhum. Ah,
semoga lelah fisik tidak membuat saya tutup akal untuk selalu mengajak si kecil
berproses dengan baik.
See? Menulis memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengeluarkan beberapa problem berikut solusinya. Dengan itu pun, biiznillah
hati saya lebih tenang dan damai. Walaupun
mungkin kualitas diksi dan kelenturan dalam menulis cukup menurun sebab
jarangnya praktik, hal ini insyaallah bisa diperbaiki dengan terus praktik
berulang-ulang.
Menjadi seorang ibu memang tidak mudah. Tapi hati ini
harus dididik untuk banyak bersyukur dan menyedikitkan untuk mengeluh.
Terakhir, sebagai pengingat diri, duhai diri, engkau pernah dididik oleh salah
satu pendidik terbaik pilihan-Nya. Jangan lupakan sanad ilmumu. Genggamlah
cahaya yang pernah menyinari hati dan hidupmu. Jangan biarkan ia redup sebab
ihwal yang tidak memberikan kemanfaatan untukmu di dunia dan akhirat. Teruslah
berproses walau sedikit demi sedikit. Jangan pernah menyerah dan merasa hina.
Sebab Allah memandang hamba-Nya berdasar pada ketakwaan hamba-Nya, bukan lainnya. Ingatlah selalu wahai diri.
Tulungagung, 11 Februari 2023
Betul banget menulis bisa dianggap dan difungsikan sebagai sarana healing / penyembuhan terutama terkait dengan ranah pikir serta psikologis, karena selama proses kepenulisan zat-zat hormonal yang terkait erat dengan fluktuasi fibrasi gelombang otak bisa tersalurkan secara baik yang pada akhirnya kondusifitas otak bisa tetap seimbang dalam kenormalan.
ReplyDeleteMasyaAllah terima kasih berkenan memberikan sudut psikologisnya, Pak. Semoga sehat selalu. Amin ya Allah.
Delete