NIKMAT YANG MANIS

 


 

Pada akhirnya, hari ini saya jatuh sakit. Setelah sekitar empat hari mengalami batuk, dan dua malam mengalami pilek bening, akhirnya pagi tadi rasa pusing mulai menggerayangi kepala, menyisakan tubuh yang lemah dan tergolek di atas kasur. Padahal saat itu, saya sudah mandi, sudah mengenakan skincare dan seragam. Hanya saja karena keadaan, akhirnya saya memutuskan untuk izin tidak masuk. Papa pun mendukung, meminta saya istirahat dan meng-off kan semua agenda hari ini. Termasuk agenda les.

Sejak Sabtu malam, sepulang dari merias anak-anak yang akan menampilkan pentas seni di acara Itajamas kemah Pramuka di Boyolangu, saya sudah merasakan demam. Tiba-tiba suhu luar tubuh terasa sangat dingin. Ditambah kurangnya waktu istirahat, mungkin itulah yang menjadi titik mulanya.

Penyebab sakit tentu saja bukan karena keluar malam. Sakit disebabkan oleh menurunnya sistem imun tubuh. Beberapa hari sebelumnya memang aktivitas padat merayap. Pagi sekolah hingga siang, setelah pulang, makan sebentar, kemudian langung mengasuh putri balita kami. Selang beberapa waktu, menyiapkan kelas untuk anak-anak les. Selesai les, mengasuh kembali. Belum lagi menyambi hal lain, seperti membereskan rumah, memasak, dan lainnya. Tubuh baru bisa istirahat ketika malam tiba, saat Nduk sudah tidur. Hal itu terjadi dari Senin-Sabtu.

Lelah, memang, sangat lelah, jika boleh mengatakan. Namun saya mengatakan lelah, bukan berarti itu sebuah keluhan. Di balik rasa lelah itu, ada rasa nikmat yang sangat. Saya bersyukur sekali bisa mengabdi, mengajar anak-anak, membekali mereka dengan ilmu dan akhlak. Saya juga sangat bahagia memiliki putri kecil yang sangat baik diajak kerja sama. Terlebih, hal yang benar-benar saya syukuri adalah, saya memiliki suami seperti papa.

Lelaki itu, seseorang yang Allah pilihkan menjadi suami saya, senantiasa membuat saya jatuh cinta setiap detiknya. Pada saat piket mengunjungi anak-anak kemah, di hari Sabtu sore hingga malam kemarin, papa adalah sosok yang menemani saya dari persiapan, berangkat, proses, hingga pulang. Tentu peran beliau sangatlah besar. Beliau menggendong dan mengasuh Zoya ketika saya sedang sibuk merias anak-anak. Hal sederhana lain, yang sangat membekas di hati saya adalah ketika beliau memilih untuk menggendong Nduk, sedangkan saya membawa barang secukupnya. Papa tidak mau saya merasa membawa barang yang terlalu berat. Sebagian itu pun juga beliau bawa.

Selain itu, hal romantis yang papa lakukan adalah, ketika kaki saya lecet terkena sepatu, papa meminta saya melepas sepatu untuk kemudian memakai sandal beliau. Sedangkan beliau rela tidak mengenakan sandal, demi saya. Sepanjang sore hingga malam, papa melakukannya. Sembari menggendong Zoya, berjalan di lapangan dan tanah yang dingin, papa tidak mengenakan alas kaki. Papa tidak pernah peduli dengan image dan kata orang. Asalkan istrinya tersenyum bahagia dan sehat, papa akan melakukan apapun, apapun.

Pada malam harinya, saat saya merias, papa juga membelikan minuman, meminta saya minum, takut saya kelelahan. Saat pulang pun, papa meminta saya menunggu di gerbang masuk, sedangkan beliau mengambil motor di seberang jalan. Saya hanya diminta menggendong Zoya, sedangkan barang bawaan, seperti kotak make up, tas, dan lainnya beliau usung sendiri. Sesampainya di hadapan saya, papa pun memasangkan jaket beliau di bahu saya. Saya mengatakan tidak perlu, sebab saya sudah memakai sweater hangat, sedangkan beliau memakai kaos biasa, tanpa alas kaki dan celana ¾. Akan tetapi, papa bersikeras dan mengatakan, “Kalau dieman manut.” Akhirnya saya pasrah.

Di malam yang dingin, kami menyusuri jalanan sepi. Putri kami tertidur dalam dekapan, sepertinya Nduk lelah. Saya memeluk papa dengan erat. Saya benar-benar bahagia memiliki suami seperti beliau. Di sepanjang perjalanan, untuk menghibur saya, papa tidak berhenti melucu. Saya tertawa dan terkadang jengkel dengan ulah beliau. Meski begitu, papa menyampaikan, “Kalau papa nyebelin, mama enggak bosan kan dengan papa?” Saya tersenyum, mendekap perut beliau semakin erat.

Terima kasih kepada Allah, memberikan saya kehidupan yang begitu manis.


Tulungagung, 22-23 Agustus 2022

Comments